Di Malang Jawa Timur, puluhan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, menyatakan penolakan mereka terhadap rencana pembongkaran stadion setelah ratusan nyawa hilang dalam peristiwa tragis tersebut.
Setelah pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya, kejadian tersebut mengakibatkan banyak korban jiwa. Salah satu korban, Isatun Saadah (25), menyampaikan bahwa keluarga korban lebih memilih jika stadion tersebut dijadikan monumen daripada dihancurkan.
“Kami menolak pembongkaran Stadion Kanjuruhan. Sejumlah keluarga korban ingin stadion ini dijadikan monumen atau museum,” ungkap Isatun, yang kehilangan adik laki-lakinya bernama Wildan Ramadani (16) dalam tragedi Kanjuruhan.
Isatun juga menambahkan bahwa proses hukum terkait laporan yang diajukan oleh model B Polres Malang mengenai tragedi Kanjuruhan masih berlanjut. Pada November 2022, orang tua NBR (16) dan NDA (13), korban Tragedi Kanjuruhan, yakni Devi Athok, melaporkan dugaan pembunuhan kepada Polres Malang.
Menurut Isatun, laporan tersebut seharusnya juga mencakup proses terkait Stadion Kanjuruhan. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Rini Hanifah, orang tua Agus Riansyah (20), korban Tragedi Kanjuruhan.
“Laporan model B masih berlanjut. Kami ingin keadilan untuk anak-anak kami. Proses rekonstruksi harus dilakukan di sini, bukan di tempat lain,” ujar Rini.
Pada 1 Oktober 2022, kerusuhan terjadi setelah pertandingan antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Insiden tersebut mengakibatkan 135 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya terluka.
Keluarga korban Tragedi Kanjuruhan menegaskan bahwa mereka ingin memastikan proses hukum berjalan dengan baik dan keadilan ditegakkan. Selain itu, mereka mengusulkan pembentukan monumen atau museum di Stadion Kanjuruhan sebagai bentuk penghormatan kepada korban dan sebagai tempat untuk memperingati peristiwa tragis yang terjadi di masa lalu.
Mereka berharap bahwa stadion tersebut tidak hanya menjadi tempat olahraga, tetapi juga menjadi simbol kenangan yang abadi bagi para korban. Monumen atau museum yang didirikan di Stadion Kanjuruhan diharapkan dapat menjadi pengingat bagi masyarakat akan peristiwa tragis yang terjadi dan sebagai sarana pendidikan bagi generasi mendatang.
Selain itu, keluarga korban juga menyoroti pentingnya kelanjutan proses hukum terkait tragedi Kanjuruhan. Mereka berharap bahwa laporan yang diajukan kepada Polres Malang mengenai dugaan pembunuhan akan ditindaklanjuti dengan serius dan keadilan akan terwujud bagi para korban. Proses rekonstruksi yang berkaitan dengan peristiwa tersebut juga diinginkan dilakukan di Stadion Kanjuruhan sebagai tempat yang secara simbolis terkait dengan tragedi tersebut.
Tragedi Kanjuruhan pada Oktober 2022 menjadi peringatan bagi masyarakat dan pemerintah akan pentingnya keamanan dan keselamatan dalam pertandingan olahraga. Dalam mengembangkan industri sepak bola, perhatian terhadap faktor keamanan harus tetap menjadi prioritas utama. Kejadian tersebut juga menunjukkan perlunya upaya pencegahan dan penegakan aturan yang lebih ketat dalam mengelola pertandingan dan pengamanan stadion.
Keluarga korban Tragedi Kanjuruhan berharap bahwa tragedi ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak terkait untuk meningkatkan langkah-langkah keamanan dan keselamatan dalam pertandingan olahraga di masa depan. Keputusan akhir mengenai rencana pembongkaran atau pembentukan monumen di Stadion Kanjuruhan masih menjadi perdebatan, dan keluarga korban berkomitmen untuk memperjuangkan keadilan dan penghormatan bagi para korban.
Tragedi Kanjuruhan adalah pengingat bagi kita semua tentang pentingnya keselamatan dan perlindungan dalam kegiatan olahraga. Semoga peristiwa ini menjadi momentum bagi perubahan positif dan peningkatan kesadaran akan pentingnya keamanan dalam pertandingan olahraga, sehingga tragedi serupa tidak akan terulang di masa depan.