Alaku

Bambang Soesatyo selaku Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI). Mengingatkan agar momen pemilu harus dijauhkan dari tindakan negatif yang bisa memecahkan persatuan. Pernyataan itu disampaikan dalam peringatan Hari Konstitusi dan HUT MPR RI bertema Pemilu 2024.

Seperti hal yang telah ditekankan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Bamsoet menjelaskan ini adalah momentum yang tepat untuk mendiskusikan strategi bangsa dalam mencapai cita-cita di tengah kondisi dunia yang penuh dengan ketidakpastian.

 

“Sejak tahun 1955, kita telah menyelenggarakan 12 kali Pemilu, dimulai Pemilu 1955 sampai Pemilu 2019. Kini Pemilu 2024 sudah semakin dekat,” ungkap Bamsoet dilangsir detiknews, Jumat (18/8/2023).

Bamsoet menerangkan Pemilu harus dijauhkan dari politik identitas dan berbagai tindakan negatif yang dapat memecah belah masyarakat. Pilihan politik yang berbeda jangan sampai menjadi hal yang tak diinginkan oleh semua elemen masyarakat yaitu terpecah belahnya bangsa padahal negara kita memiliki keberagaman suku bangsa, agama, ras, golongan, dan budaya.

Bamsoet sendiri menilai peringatan Hari Konstitusi dan HUT Ke-78 Republik Indonesia adalah salah satu momen yang bisa memperkuat berbagai agenda kebangsaan MPR RI ke depannya. Terutama untuk menciptakan kolaborasi sinergis dengan seluruh elemen bangsa terkhusus antar lembaga negara.

Bagi Bamsoet, dengan adanya momen ini dapat di manfaatkan MPR RI bersama seluruh lembaga negara untuk menyusun strategi jangka panjang. Agar dalam mengelola potensi anak bangsa di segala bidang, baik bidang politik, pemerintahan, maupun sektor-sektor strategis seperti di bidang sosial dan ekonomi.

Baca Juga:  Sejarah Ditemukannya Fosil Paus Purba

Karena itu merupakan bagian yang sangat penting bagi bangsa Indonesia memiliki Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), sebagai produk hukum yang bisa mencegah sekaligus solusi untuk mengatasi persoalan yang bakal dihadapi Indonesia. Pembahasan PPHN lebih lanjut akan dilaksanakan setelah Pemilihan Umum 2024.

Bamsoet pun mengatakan peringatan Hari Konstitusi dan HUT MPR RI menjadi rangkaian tak terpisahkan dari peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni serta Proklamasi Indonesia 17 Agustus.

 

Bagi Bamsoet sendiri kemerdekaan bagi bangsa Indonesia bukanlah sesuatu yang terlihat jauh. Melainkan berupa bentuk dari kristalisasi keringat, darah, dan air mata. Bahkan pengorbanan nyawa pejuang dan syuhada bangsa Indonesia untuk merebut kemerdekaan bumi nusantara dari tangan kolonialisme asing.

Seperti yang telah tercatat dalam sejarah nasional, bahwasanya pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Para pendiri bangsa yang menjadi pimpinan anggota sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) melaksanakan sidang guna membahas tentang apa dasarnya jika Indonesia benar-benar merdeka kedepannya.

Sidang BPUPKI, atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, adalah suatu badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang pada masa Perang Dunia II. Badan ini dibentuk dengan tujuan untuk mengumpulkan pandangan dari berbagai golongan masyarakat Indonesia mengenai pembentukan kemerdekaan Indonesia. Sidang BPUPKI berlangsung antara 29 Mei dan 1 Juni 1945 di Jakarta.

Hasil utama dari sidang BPUPKI adalah rancangan dasar negara yang dikenal dengan nama “Piagam Jakarta.” Rancangan ini mengandung prinsip-prinsip dasar tentang negara, hak asasi manusia, kewarganegaraan, dan ketentuan-ketentuan lain yang menjadi dasar bagi perumusan konstitusi Indonesia. Sidang BPUPKI juga menghasilkan rekomendasi pembentukan suatu badan yang akan menyusun naskah konstitusi lebih lanjut.

Baca Juga:  Ridho Yahya Dapat Dukungan dari Kader NU, Model Kepemimpinan Jadi Alasannya 

Selain itu, pada sidang BPUPKI juga muncul perbedaan pendapat mengenai apakah Indonesia harus tetap berada di bawah kendali Jepang atau mencari kemerdekaan sepenuhnya. Beberapa anggota mendukung kemerdekaan langsung, sementara yang lain ingin berkolaborasi dengan Jepang dalam mencapai kemerdekaan.

Hasil sidang BPUPKI merupakan langkah awal penting dalam perjalanan menuju kemerdekaan Indonesia, meskipun perjuangan untuk mencapai kemerdekaan sesungguhnya masih memerlukan perjuangan lebih lanjut setelah pengakhiran Perang Dunia II.

Bamsoet juga menceritakan hasil dari pada sidang Pada sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang diadakan pada tanggal 18 Agustus 1945, salah satu hasil penting yang dibahas adalah penetapan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. Pancasila merupakan ideologi dan filsafat dasar negara yang mencakup nilai-nilai moral, sosial, dan politik untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 juga menegaskan bahwa Pancasila akan menjadi dasar negara Republik Indonesia. Meskipun demikian, perdebatan dan pembahasan lebih lanjut mengenai sila kelima Pancasila masih terus berlanjut setelah sidang PPKI tersebut. Sila kelima “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” ditambahkan pada tahun 194 Pancasila sebagai sila kelima resmi yang melengkapi dasar negara Indonesia.

MPR RI, atau Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, adalah lembaga tertinggi negara Indonesia yang memiliki peran dalam mengambil keputusan-keputusan penting terkait dengan pembentukan undang-undang dasar, pergantian presiden, serta keputusan-keputusan lain yang bersifat strategis.

Baca Juga:  Sultan Minta Pemerintah Mitigasi Potensi Permasalahan Pilkada Serentak 

MPR didirikan pertama kali dalam UUDS 1950 (Undang-Undang Dasar Sementara 1950) sebagai lembaga dwifungsi yang terdiri dari anggota DPR dan anggota Konstituante. Setelah itu, UUDS 1950 digantikan oleh UUD 1945 (Undang-Undang Dasar 1945) pada tahun 1959. MPR dalam UUD 1945 memiliki tugas-tugas penting seperti mengubah dan menetapkan UUD, serta memilih presiden dan wakil presiden.

Pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, MPR memiliki peran yang lebih terbatas, dan kekuasaannya banyak dikendalikan oleh pemerintah. Hal ini membuat MPR sering dianggap sebagai alat formal untuk melegitimasi pemerintahan yang berkuasa.

Pada tahun 1998, akibat tekanan publik dan demonstrasi mahasiswa yang besar, terjadi reformasi politik di Indonesia yang mengakibatkan Presiden Soeharto mengundurkan diri. Pada masa reformasi ini, MPR mengalami perubahan besar. Pada tahun 2002, MPR diubah menjadi lembaga tunggal yang terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah). MPR memiliki kewenangan untuk mengubah UUD, memilih presiden dan wakil presiden, serta memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan UUD.

Sejarah MPR RI mencerminkan evolusi politik dan perubahan dalam sistem pemerintahan Indonesia dari masa ke masa, yang mencerminkan dinamika dan perjalanan negara ini sejak kemerdekaannya hingga saat ini.

Sebagai informasi, Bamsoet mengapresiasi kehadiran Presiden Joko Widodo dalam Peringatan Hari Konstitusi dan HUT ke-78 MPR RI yang menyampaikan pidato dan melakukan prosesi pemotongan tumpeng.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan