Beban dan Tantangan Profesi Jaksa: Sebuah Pengabdian dan Risiko Hukum Tinggi

Beban dan Tantangan Profesi Jaksa: Sebuah Pengabdian dan Risiko Hukum Tinggi

Jakarta, 11 September 2024 – Wakil Jaksa Agung, Feri Wibisono, menggambarkan profesi Jaksa sebagai “dua sisi mata uang yang sama”. Ini mencerminkan bahwa menjadi Jaksa adalah sebuah kebanggaan yang harus disyukuri, namun juga penuh dengan risiko hukum yang tidak dapat diabaikan.

Pernyataan ini disampaikan dalam ceramah pimpinan saat Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan LXXXI Gelombang I Tahun 2024, yang dilaksanakan di Aula Sasana Adhika Karya, Kampus A, Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI.

Tantangan dalam Prapenuntutan

“Setelah dilantik menjadi Jaksa, siswa PPPJ dihadapkan pada berbagai risiko hukum,” ujar Feri Wibisono. Salah satu contohnya adalah tantangan yang dihadapi saat masa prapenuntutan, di mana setiap tahapan proses ini memiliki batas waktu yang ketat. Seorang Jaksa bertanggung jawab untuk menyelesaikan seluruh proses tersebut sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Baca Juga:  Menteri Pertanian Ambil Tindakan Tegas Distribusi Pupuk

Wakil Jaksa Agung menekankan bahwa seorang Jaksa harus memiliki ketajaman analisis hukum dan pemahaman yang mendalam terhadap KUHAP untuk dapat memenuhi tanggung jawab ini. Kegagalan untuk memenuhi jangka waktu yang ditetapkan dapat berimplikasi pada proses peradilan yang tidak adil dan berpotensi melanggar hak-hak Tersangka atau Terdakwa.

Menjaga Hak Asasi dalam Proses Peradilan

Selain risiko di masa prapenuntutan, Wakil Jaksa Agung juga menyoroti beban risiko hukum yang harus ditanggung selama pelaksanaan peradilan pidana. Proses ini sangat terkait dengan kepentingan dan hak asasi Tersangka atau Terdakwa, yang harus dihormati dan dipenuhi sesuai dengan hukum acara pidana.

“Hal itu dapat diwujudkan melalui perspektif accusatoir, dengan menempatkan kedudukan Tersangka atau Terdakwa sebagai subjek, bukan objek,” tambahnya. Ini berarti, Jaksa harus mengedepankan prinsip kesetaraan dalam hukum dan memastikan bahwa hak-hak Tersangka atau Terdakwa dihormati sepanjang proses hukum.

Baca Juga:  Hub Space 2024: Pameran Transportasi Terintegrasi di Jakarta

Integritas dan Hati Nurani sebagai Dasar Keputusan

Dalam pesannya, Wakil Jaksa Agung juga menekankan pentingnya rasionalitas dan integritas dalam menjalankan tugas sebagai Jaksa. Setiap keterangan yang tercantum dalam berita acara pemeriksaan harus dipertimbangkan secara rasional dan dikaitkan dengan tingkat kemungkinan dalam proses pembuktian.

Namun, yang terpenting menurut Wakil Jaksa Agung, adalah mengedepankan hati nurani dalam setiap keputusan. Seorang Jaksa harus selalu bertindak berdasarkan rasa keadilan yang sejati, bukan hanya sekadar menerapkan hukum secara tekstual.

“Penting bagi seorang Jaksa untuk tidak hanya mengandalkan logika hukum, tetapi juga untuk mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan keadilan substantif dalam setiap tindakannya,” jelas Feri Wibisono.

Masa Depan dan Tantangan Baru bagi Jaksa

Baca Juga:  Ormas Desak Kajati Bengkulu Usut Tuntas Laporan Korupsi

Seiring dengan berkembangnya zaman, profesi Jaksa akan terus menghadapi tantangan baru, terutama dalam era digital yang menuntut adaptasi terhadap berbagai bentuk kejahatan siber dan kejahatan transnasional lainnya. Oleh karena itu, para Jaksa di masa depan diharapkan mampu mengembangkan keterampilan yang relevan dan memperkuat integritas untuk menjaga martabat profesi.

Dengan segala tantangan dan risiko yang dihadapi, profesi Jaksa tetap menjadi salah satu garda terdepan dalam menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia. Para Jaksa yang baru dilantik diharapkan mampu menjalankan tugasnya dengan profesionalisme tinggi, rasa tanggung jawab, dan tetap menjunjung tinggi integritas serta hati nurani.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan