Nilai Tukar Dolar AS Terhadap Rupiah Kembali Menguat

Nilai Tukar Dolar AS Terhadap Rupiah Kembali Menguat – Foto Dok I News

Jakarta, Alaku News – Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah pagi ini kembali menguat. Mata uang Paman Sam ini naik sebanyak 50 poin atau 0,32% menjadi Rp 15.654. Data yang dikutip dari RTI pada Senin (9/10/2023) menunjukkan bahwa dolar AS berada di level tertingginya pada Rp 15.659 dan mencapai level terendahnya sekitar Rp 15.604. Pergerakan ini menandai penguatan dolar AS secara harian dan bulanan.

Meskipun dolar AS menguat terhadap rupiah, pergerakan dolar AS terhadap mata uang Asia lainnya mengalami dinamika yang berbeda. Terhadap Yuan China, dolar AS melemah sebesar 0,19%, dengan nilai tukar mencapai 7.2. Sedangkan terhadap Yen Jepang, dolar AS juga mengalami pelemahan sebesar 0,11%, dengan nilai tukar mencapai 149.

Penguatan dolar AS terhadap rupiah dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk sentimen pasar global, pergerakan suku bunga, serta kondisi ekonomi dan politik baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Penguatan ini juga dapat menjadi perhatian bagi pelaku pasar, termasuk eksportir dan importir, serta investor yang memiliki keterkaitan dengan aset-aset denominasi dolar.

Bank Indonesia (BI), sebagai otoritas moneter Indonesia, terus memantau pergerakan nilai tukar mata uang dan berupaya menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri. BI memiliki berbagai instrumen kebijakan untuk merespons perubahan dalam nilai tukar dan menjaga keseimbangan ekonomi nasional.

Baca Juga:  Isu Reshuffle Kabinet Muncul Kembali, Presiden Jokowi: "Denger dari Mana?"

Pergerakan dolar Amerika Serikat (AS) terhadap dolar Singapura kembali mengalami penguatan, naik sebesar 0,07% dengan nilai tukar mencapai 1,3. Ini merupakan bagian dari tren yang menunjukkan penguatan berkelanjutan dolar AS terhadap sejumlah mata uang dunia.

Analis pasar uang terkemuka, Lukman Leong, memberikan pandangannya tentang tren penguatan dolar AS. Menurutnya, dolar AS diperkirakan akan terus menguat hingga akhir tahun 2023 atau awal tahun 2024. Salah satu faktor utama yang mendukung penguatan ini adalah kebijakan suku bunga AS yang tinggi.

Lukman Leong menjelaskan dilangsir detiknews, “Dolar AS diperkirakan masih akan terus kuat hingga paling tidak akhir tahun atau awal tahun depan.” Ia menyoroti bahwa suku bunga AS yang tinggi telah menjadi salah satu pendorong utama penguatan dolar AS. Kebijakan moneter yang ketat telah menarik minat investor untuk berinvestasi di aset denominasi dolar AS, sehingga meningkatkan permintaan terhadap mata uang tersebut.

Baca Juga:  UMKM Bisa Ajukan KUR BRI! Lapak Pinggir Jalan Hingga Gerobak Keliling

Penguatan dolar AS terhadap mata uang lainnya, termasuk dolar Singapura, dapat berdampak pada berbagai sektor ekonomi dan bisnis, termasuk perdagangan internasional dan investasi asing. Hal ini juga mempengaruhi harga komoditas, utang luar negeri, dan daya beli masyarakat dalam transaksi internasional.

Kebijakan suku bunga yang tinggi di Amerika Serikat (AS) telah menjadikan dolar AS sebagai pilihan yang lebih menarik bagi para investor di tengah pasar global. Selain itu, melemahnya ekonomi China juga memberikan sentimen negatif yang berdampak pada mata uang Asia lainnya.

Analis ekonomi terkemuka mengungkapkan bahwa suku bunga yang lebih tinggi di AS telah membawa dampak signifikan terhadap nilai tukar dolar AS. Ini membuat dolar AS menjadi pilihan utama bagi para investor yang mencari tingkat pengembalian yang lebih tinggi atas investasi mereka.

“Suku bunga yang lebih tinggi akan membuat dolar AS lebih menarik bagi investor,” ujar seorang analis. Dengan suku bunga AS yang lebih tinggi, investor mendapatkan imbal hasil yang lebih besar dari obligasi dan investasi lain yang denominasi dalam dolar AS. Hal ini telah mendorong minat investor untuk meningkatkan alokasi aset mereka ke dalam dolar AS.

Baca Juga:  Harga BBM Terbaru Agustus 2023

Selain faktor suku bunga yang tinggi, melemahnya ekonomi China juga menjadi faktor penting yang memengaruhi pergerakan mata uang Asia. Sejak pembukaan kembali ekonomi pasca-pandemi, pertumbuhan ekonomi China berjalan lebih lemah dari yang diharapkan. Hal ini telah memberikan sentimen negatif terhadap mata uang regional Asia, termasuk mata uang rupiah.

Para analis mencatat bahwa pelemahan ekonomi China memicu kekhawatiran pasar terkait dengan dampaknya pada perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi global. Kondisi ini telah berdampak pada mata uang Asia, dengan beberapa mata uang mengalami depresiasi terhadap Nilai Tukar Dolar.

Situasi ini menunjukkan betapa pentingnya pemantauan dan pengawasan yang ketat terhadap faktor-faktor ekonomi global yang memengaruhi nilai tukar mata uang. Bank Indonesia dan otoritas ekonomi lainnya terus berupaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dalam menghadapi perubahan kondisi pasar global. Para pelaku pasar dan investor juga diharapkan untuk memahami dengan cermat dinamika pasar dan mengambil tindakan yang sesuai untuk melindungi portofolio mereka.

 

Penulis : Affif Dwi As’ari

Editor : Affif Dwi As’ari

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan