Narapidana anak binaan, berinisial DZ (16) kabur dari Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Muara Berlian, Batanghari, Jambi pada sabtu (12/8/23) pagi pukul 10.00 WiB. Namun setelah kabur ia berhasil ditangkap lagi oleh para petugas yang tidak jauh dari lapas sekitar pukul 16.20 WIB sore hari.
Kepala LPKA Muara Bulian Marojahan Doloksaribu, menceritakan bahwa DZ kabur saat tengah mengikuti kegiatan belajar paket ABC di ruangan belajar. Diketahui ia meminta izin kepada komandan yang berjaga untuk menelepon keluarga melalu HP wartel LPKA di ruang Bimkemas.
“Sampai di ruangan bimkemas ternyata FIP wartel dalam kondisi baterai lemah, sehingga tidak jadi menelepon,” kata Marojahan, dilangsir detiknews Minggu (13/8/2023).
Setelah tidak jadi menelepon, DZ mengajak rekannya untuk pergi ke depan aula mengambil buah jambu. Saat itulah ia melihat adanya kesempatan untuk kabur dengan memanjat tembok lapas dan dibantu oleh rekannya.
“Dia dibantu rekannya, rekannya tidak kabur, cuma dia bantu DZ saja kabur lewat tembok,” katanya.
Setelah itu, rekan yang menolongnya justru melaporkan kejadian itu ke petugas bahwa DZ telah melarikan diri melalui tembok belakang aula LPKA. Mendengar laporan tersebut petugas lapas langsung melakukan pencarian di wilayah sekitar lapas tersebut.
“Sekira jam 16.20 WlB, dengan bantuan warga setempat ditemukanlah DZ di kampung Ness 8A Sungai Buluh Muara Bulian dalam keadaan sehat walafiat,” sebutnya
Ia menambahkan, DZ merupakan narapidana kasus pencurian pasal 363 KUHP. Ia ditangkap Polres Tanjung Jabung Timur dan divonis hukuman 10 bulan penjara.
Pasal 363 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Indonesia mengatur tentang tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Pasal ini menegaskan bahwa seseorang yang mencuri barang milik orang lain dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang yang sedang berada di muka umum atau di tempat umum dapat dihukum dengan pidana penjara maksimal tujuh tahun.
Pasal 363 KUHP mengacu pada tindak pidana pencurian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan di tempat umum atau di muka umum. Hukuman maksimal yang dapat dijatuhkan berdasarkan pasal ini adalah pidana penjara selama tujuh tahun.
“Masa tahanan 10 bulan kurungan dan dia menjalani hukuman di sini baru 3 bulan,” tutupnya.
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) adalah institusi yang berfokus pada pembinaan, pendidikan, rehabilitasi, dan reintegrasi anak-anak yang terlibat dalam tindak pidana atau pelanggaran hukum lainnya. Tujuan dari LPKA adalah untuk memberikan perlindungan dan kesempatan bagi anak-anak yang terlibat dalam sistem peradilan pidana, dengan memprioritaskan pendekatan rehabilitasi dan reintegrasi sosial.
LPKA di Indonesia bertujuan untuk melindungi hak-hak anak yang terlibat dalam sistem peradilan pidana serta memberikan mereka kesempatan untuk memperbaiki perilaku dan kembali menjadi anggota produktif dalam masyarakat. Beberapa fungsi utama dari LPKA meliputi:
1. Pendidikan dan Pembinaan
Memberikan pendidikan formal dan non-formal, pelatihan keterampilan, serta pengembangan kepribadian agar anak-anak tersebut memiliki peluang yang lebih baik setelah kembali ke masyarakat.
2. Rehabilitasi
Memberikan program rehabilitasi yang mencakup dukungan psikologis, konseling, dan pengembangan sosial agar anak dapat mengatasi masalah dan kondisi yang mungkin telah memengaruhi perilaku mereka.
3. Reintegrasi Sosial
Mempersiapkan anak untuk kembali ke masyarakat dengan menyediakan program yang mendukung reintegrasi, termasuk pemulihan hubungan dengan keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya.
4. Perlindungan Hak-hak Anak
Memastikan bahwa hak-hak anak yang terlibat dalam sistem peradilan pidana dihormati dan dilindungi, sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan Konvensi Hak-hak Anak.
5. Pemberdayaan Anak
Memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk mengembangkan potensi mereka, memperoleh keterampilan, dan mengubah pandangan mereka terhadap diri sendiri dan masa depan mereka.
LPKA adalah bagian dari sistem peradilan anak yang lebih luas, yang mengakui pentingnya pendekatan yang berfokus pada anak, rehabilitasi, dan reintegrasi daripada hukuman yang keras. Fokus pada pendekatan ini adalah untuk menghindari stigmatisasi dan memberikan anak-anak kesempatan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan menjadi anggota produktif dalam masyarakat.