Bali, repoeblik – Korupsi telah menjadi masalah serius yang menggerogoti kepercayaan publik terhadap sistem keadilan dan pemerintahan. Namun, ada harapan terang di tengah gelapnya praktik korupsi. Salah satu contoh yang menunjukkan langkah-langkah menuju keadilan dan pemulihan adalah kasus terpidana korupsi di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Sunantaya. Pada Selasa, 25 Juli 2023, I Gede Wayan Sutarja, seorang terpidana korupsi LPD Sunantaya, menyerahkan uang pengganti kerugian negara kepada Kejaksaan Negeri Tabanan sebesar Rp 435 juta, sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA).
Artikel ini akan membahas proses penyerahan uang pengganti ini sebagai tindak lanjut dari putusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap. Uang tersebut kemudian diserahkan kepada LPD Sunantaya untuk digunakan sebagai ganti rugi. Hal ini diharapkan dapat membantu memulihkan kerugian yang dialami oleh lembaga dan masyarakat yang terdampak.
Kita juga akan mengupas lebih dalam tentang upaya hukum yang dilakukan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tabanan, mulai dari banding hingga penolakan kasasi oleh MA. Semua ini menjadi bagian dari proses perjuangan dalam menghadirkan keadilan di tengah tindakan korupsi yang terjadi.
Selain itu, kita akan melihat reaksi dan persiapan dari pihak LPD Sunantaya atas penyerahan uang pengganti ini. Bagaimana uang tersebut akan didistribusikan secara proporsional kepada pihak yang berhak menerimanya? Bagaimana tanggapan dari pihak terdampak dan apakah ada rencana pemulihan lebih lanjut setelah kasus ini?
Melalui artikel ini, kita berharap dapat memberikan wawasan lebih mendalam tentang upaya penegakan hukum dalam menghadapi kasus korupsi, serta bagaimana penyerahan uang pengganti menjadi langkah penting dalam menuju keadilan dan pemulihan yang lebih baik.
Salah satu terpidana korupsi Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Sunantaya, I Gede Wayan Sutarja, telah menyerahkan uang pengganti kerugian negara kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabanan pada Selasa (25/7/2023). Jumlah uang pengganti yang diserahkan sebesar Rp 435 juta, sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA) pada tingkat kasasi.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Tabanan, I Nengah Ardika, menjelaskan bahwa penyerahan uang pengganti ini merupakan tindak lanjut dari putusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap. Dengan adanya penyerahan uang pengganti ini, Kejari Tabanan mengembalikan dua benda sitaan kepada keluarga Sutarja, yaitu sertifikat hak milik (SHM) dengan nomor 5431 dan 5432 beserta bangunan yang disita sebelumnya.
Uang pengganti sebesar Rp 435 juta tersebut langsung diserahkan kepada LPD Sunantaya sebagai ganti rugi melalui pengurusnya yang baru. Hal ini dilakukan dengan harapan uang tersebut dapat disalurkan kepada yang berhak secara proporsional, terutama bagi nasabah yang mungkin memiliki simpanan atau deposito melebihi jumlah uang yang bisa diselamatkan.
Bendesa Adat Sunantaya, Gede Ketut Partana, menyatakan bahwa akan diadakan rapat adat (paruman) bersama warga adat untuk menyampaikan putusan MA dan nilai uang pengganti yang telah dibayarkan. Meskipun nilai tersebut hanya mencakup pokok pinjaman saja, Partana menyadari bahwa sebenarnya masih banyak yang harus dikembalikan jika ditambah dengan bunga.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar telah menjatuhkan hukuman dua tahun penjara dan denda sebesar Rp 50 juta kepada Sutarja. Majelis hakim menyatakan Sutarja bersalah melakukan korupsi pada LPD Sunantaya selama menjabat sebagai Ketua Badan Pengawas. Selain hukuman pidana, Sutarja juga dikenakan kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 435 juta.
Dalam proses hukumnya, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tabanan melakukan upaya hukum dengan mengajukan banding setelah vonis Tipikor Denpasar. Namun, kasasi yang diajukan JPU ditolak oleh MA, yang menguatkan vonis sebelumnya.
Dengan penyerahan uang pengganti ini, diharapkan langkah pemulihan atas tindakan korupsi yang terjadi di LPD Sunantaya dapat berjalan lebih baik. Semoga upaya penegakan hukum seperti ini dapat memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi lainnya sehingga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga dan sistem keadilan semakin meningkat.