Alaku

FESTIVAL TABUT: SIMBOL PEMERSATU KEBERAGAMAN DI BENGKULU

FESTIVAL TABUT: SIMBOL PEMERSATU KEBERAGAMAN DI BENGKULU

Festival Tabut merupakan salah satu perayaan unik dan bersejarah di Indonesia, khusunya di provinsi Bengkulu. Bukan hanya sekedar acara keagamaan, Festival Tabut juga menjadi simbol pemersatu antar berbagai keberagaman suku, agama, dan budaya yang ada di provinsi Bengkulu. Dalam artikel ini kita akan membahas bagaimana Festival Tabut tidak hanya menjadi perayaan spiritual, namun juga sebagai sarana untuk memupuk kerukunan dan kebersamaan di tengah keberagaman masyarakat Bengkulu.

Tabut merupakan budaya untuk memperingati Tahun Baru Hijriah sekaligus serangkaian kegiatan upacara ritual tahunan yang diselenggarakan dalam rangka memperingati tragedi Karbala yang terjadi pada abad ke-7 Masehi untuk mengenang wafatnya Husain bin Ali cucu dari Nabi Muhammad SAW, serta untuk mengenang kejayaan Islam pada masa itu. Tabut itu sendiri merupakan replika atau miniatur peti mati yang digambarkan sebagai simbol penghormatan terhadap Imam Husain dan perjuangannya melawan ketidakadilan. (Siroy & Ririn, 2022).

Baca Juga:  Strategi Personal Branding Prabowo dalam Pilpres 2024

Tradisi Tabut diperkenalkan oleh penyebar agama Islam dari Punjab di bawah pimpinan Imam Maulana Irsyad yang memiliki rombongan berjumlah 13 orang, antara lain: Imam Sobari, Imam Bahar, Imam Sundarai, dan Imam Syamsuddin. Setibanya di Bengkulu pada 1336 Masehi (756/757 Hijriah), mereka langsung melaksanakan serangkaian upacara Ritual Tabut yang diselenggarakan selama 10 hari, yakni akhir bulan Dzulhijjah 765 H sampai dengan tanggal 10 Muharram 757 H. (Siroy & Ririn, 2022)

Namun nama Imam Maulana Irsyad dan kawan-kawan ini kurang dikenal dalam sejarah karena mereka tidak menetap di Bengkulu. Nama yang lebih dikenal dalam sejarah Tabut di Bengkulu adalah Syekh Burhanuddin (Imam Senggolo). Syekh Burhanuddin tinggal di Bengkulu antara tahun 1965 sampai 1825. Seiring berjalannya waktu, tradisi Tabut saat ini sudah dianggap sebagai budaya daerah provinsi Bengkulu. (Siroy & Ririn, 2022)

Baca Juga:  Shin Tae-yong Minta Dukungan Suporter, Berikut Link Streaming Indonesia VS Turkmenistan

Festival Tabut tidak hanya sebagai sebuah peringatan religi, tetapi juga memiliki dimensi sosial dan budaya yang mendalam. Tradisi ini menjadi media bagi masyarakat Bengkulu untuk mempertahankan identitas budaya, memperkuat solidaritas sosial, serta merayakan multikulturalisme yang ada. Dalam tradisi Tabut, kita dapat melihat dengan jelas bagaimana unsur-unsur budaya saling beradaptasi dan bersintesis. Dari segi Islam Syi’ah, terlihat dalam peringatan tragedi Karbala pada bulan Muharram yang terdapat penggunaan simbol-simbol khas Syi’ah serta bacaan-bacaan doa dan zikir di dalam upacara ritualnya. (Ihsan, Fera, Bekti, 2024)

Kemudian dari segi pengaruh budaya Melayu dapat dilihat pada arsitektur dan ornamentasi tandu Tabut yang mencerminkan ciri khas budaya Melayu, seperti motif-motif kaligrafi, flora, dan sulur-suluran yang menambah keindahan dan kekhasan visual. Selain itu, musik dan tari-tarian tradisional yang menyertai prosesi Tabut juga termasuk dalam budaya melayu. Irama dan melodi musik pengiring Tabut seperti seni gambus dan rebana memiliki ciri khas Melayu yang terdengar khas dan mengiringi rangkaian gerakan tarian-tarian dalam parade Tabut. Bahkan dalam hal tata rias dan kostum, para peserta pawai Tabut juga mengenakan pakaian yang menampilkan gaya Melayu yang kental seperti baju kurung, kain sarung, dan kopiah. (Ihsan, Fera, Bekti, 2024)

Baca Juga:  Mendidik Buah Hati Ala Rasul
1 2

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan