Bengkulu – Fenomena gaya hidup minimalis semakin populer di kalangan milenial. Menurut survei Deloitte 2024, sekitar 60% milenial di Asia Tenggara lebih memilih mengalokasikan uang untuk pengalaman hidup, seperti traveling atau kursus pengembangan diri, dibanding membeli barang-barang mewah. (Dilansir dari deloitte.com)
Minimalisme bukan berarti hidup serba kekurangan, melainkan menata kehidupan agar lebih fokus pada hal-hal esensial. Prinsip utamanya adalah memiliki lebih sedikit barang, namun lebih fungsional. Contoh sederhana adalah memilah pakaian yang benar-benar dipakai, mengurangi belanja konsumtif, atau memilih gadget sesuai kebutuhan kerja, bukan sekadar mengikuti tren.
Dampak positif dari gaya hidup minimalis cukup signifikan. Pertama, dari sisi finansial, pengeluaran berkurang karena tidak ada pembelian impulsif. Kedua, dari sisi mental, rumah yang lebih rapi dan tidak penuh barang memberi rasa tenang dan mengurangi stres. Ketiga, minimalisme juga mendukung keberlanjutan lingkungan karena konsumsi barang berkurang sehingga sampah pun menurun.















