Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu sebagai tersangka dugaan korupsi pemotongan dan pemungutan anggaran biasa perjalanan dinas. Meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka, yang bersangkutan yaitu Kepala UPTD tidak ditahan.
Dirreskrimsus Polda Bengkulu, Kombes Pol I Wayan Riko Setiawan, melalui Kasubdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Bengkulu Kompol Khoiril Akbar mengatakan sudah dilakukan pemeriksaan dan pemanggilan kedua, kepala UPTD Puskesmas Pasar Ikan dengan Inisial RA telah memenuhi unsur pidana dan ditetapkan sebagai tersangka.
RA, diketahui menjadi terduga karena memotong dan memungut anggaran biaya perjalanan dinas yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik Bidang Kesehatan Melalui Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sejak anggaran tahun 2022.
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah bentuk dana yang dialokasikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah atau instansi tertentu untuk tujuan dan program tertentu. DAK biasanya digunakan untuk mendukung program atau proyek yang dianggap penting oleh pemerintah pusat, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sektor-sektor lainnya.
DAK dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan biasanya diberikan kepada daerah-daerah yang memiliki kebutuhan khusus atau memiliki proyek-proyek yang dianggap strategis oleh pemerintah pusat.
Dalam konteks penggunaan DAK, penting untuk menjaga transparansi, akuntabilitas, dan penggunaan dana sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Penyalahgunaan atau tindak korupsi dalam penggunaan DAK dapat merugikan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
“Setelah dua kali pemanggilan RA selaku Kepala UPT Puskesmas (Pasar Ikan), kita tetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi,” kata Khoiril, Selasa (15/8/2023) dilangsir detiknews.
Pemotongan anggaran biaya perjalanan dinas, Khoiril menjelaskan bahwa anggaran biaya digunakan terdakwa untuk jalan-jalan ke beberapa tempat. Kegiatan itu kemudian dibuat sebagai bagian study tour akreditasi dalam laporan pertanggungjawaban.
Setelah dilakukan pemeriksaan diketahui uang sebesar Rp 146 juta hasil pemotongan digunakan untuk jalan-jalan yang mengatasnamakan laporan study tour akreditasi.
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) pada tahun anggaran 2022 sebesar 30 ribu per orang, per satu kali kegiatan. Selain itu ada juga dugaan duplikasi Surat Pertanggungjawaban (SPJ). Pemotongan dan pemungutan ini terjadi pada anggaran biaya dinas yang bersumber langsung dari DAK.
Berdasarkan dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) UPTD Puskesmas Pasar Ikan, anggaran biaya perjalanan diharapkam sebesar Rp833.719.050 dengan indeks per 80.000/orang setiap kegiatan.
Berdasarkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) UPTD Puskesmas Pasar Ikan, kegiatan BOK telah dilaksanakan dengan realisasi serapan anggaran sebesar 84,94 persen atau sebesar Rp 749.999.607 dilakukan per triwulan. Masing masing pencairan pada anggaran Triwulan I sebesar Rp 151.640.000, Triwulan II Rp 163.190.000, dan pada Triwulan III Rp 105.504.000.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) tidak secara khusus membahas tentang penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) atau Bantuan Operasional Kesehatan. UU PTPK lebih berfokus pada pengaturan tindak pidana korupsi secara umum.
Namun, jika terjadi penyalahgunaan dana publik seperti DAK atau Bantuan Operasional Kesehatan untuk tujuan korupsi, maka perbuatan tersebut dapat dijerat dengan ketentuan dalam UU PTPK. UU PTPK melarang berbagai tindak pidana korupsi, termasuk penerimaan suap, penyuapan, pemerasan, penyalahgunaan wewenang, pencucian uang, dan tindak pidana terkait lainnya yang terkait dengan penyalahgunaan dana publik.
Dalam konteks ini, penting untuk merujuk langsung ke Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan peraturan terkait lainnya untuk memahami bagaimana tindak pidana korupsi diatur dalam kasus penyalahgunaan DAK atau Bantuan Operasional Kesehatan.