Kabasarnas Jadi Tersangka? Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Marsekal Madya Henri Alfiandi, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Henri dilaporkan memiliki total kekayaan sebesar Rp 10,9 miliar.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), kekayaan Henri tercatat sebesar Rp 10.973.754.000. Asetnya didominasi oleh lima bidang tanah senilai Rp 4.820.000. Informasi ini menunjukkan bahwa kekayaan yang dilaporkan Henri mencakup berbagai aset termasuk tanah dan mungkin juga melibatkan aset lainnya seperti properti, kendaraan, investasi, atau sumber kekayaan lainnya.
Selain lima bidang tanah, tiga unit mobil, dan sebuah pesawat terbang jenis Zenitg 750 STOL keluaran tahun 2019 juga menjadi bagian dari kekayaan Marsekal Madya Henri Alfiandi yang tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Informasi tersebut menambahkan gambaran lebih lengkap mengenai aset-aset yang dimiliki oleh Henri.
Selain pesawat terbang yang tercatat sebagai hasil kepemilikan pribadinya dan bukan pemberian dari orang lain, Marsekal Madya Henri Alfiandi juga memiliki aset bergerak lainnya senilai Rp 452.600.000 serta aset lainnya yang mencapai Rp 600.000.000. Selain itu, dia memiliki kas dan setara kas dengan jumlah Rp 4.056.154.000, dan patut dicatat bahwa Henri tidak memiliki utang.
Berkaitan dengan kasus keterlibatan Kabasarnas dalam suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas, Marsekal Madya (Marsdya) Henri Alfiandi telah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK tengah mendalami informasi bahwa Henri diduga menerima suap dalam jumlah mencapai Rp 88,3 miliar sejak tahun 2021.
Alex menyatakan bahwa Henri diduga menerima uang suap melalui orang kepercayaannya, yaitu Korsmin Kabasarnas RI bernama Afri Budi Cahyanto (disingkat sebagai ABC). Dugaan tersebut mencakup bahwa suap-suang diduga diberikan oleh berbagai vendor yang berhasil memenangkan proyek di Basarnas.
Dari pernyataan Alex, terlihat adanya dugaan keterlibatan Henri dalam menerima suap melalui perantara ABC, yang kemungkinan diduga terkait dengan proses pemberian proyek di Basarnas kepada vendor-vendor tertentu. Informasi ini mengindikasikan adanya potensi kasus korupsi yang melibatkan pihak-pihak terkait dalam lingkungan Kabasarnas.
“Dari informasi dan data yang diperoleh Tim KPK, diduga HA bersama dan melalui ABC diduga mendapatkan nilai suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp 88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek,” kata Alex.
KPK telah menetapkan status tersangka terhadap lima orang yang sebelumnya ditangkap. Kelima tersangka tersebut terdiri dari tiga orang dari pihak swasta dan dua lainnya adalah anggota TNI aktif.
Nama-nama kelima tersangka yang ditetapkan oleh KPK adalah sebagai berikut:
- Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas) Marsekal Madya (Marsdya) Henri Alfiandi.
- Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan (MG).
- Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya (MR).
- Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil (RA).
- Korsmin Kabasarnas RI Afri Budi Cahyanto (ABC).
Dengan penetapan status tersangka terhadap kelima individu ini, KPK berada di tahap penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap fakta-fakta terkait dugaan kasus suap yang melibatkan pihak swasta dan anggota TNI aktif terkait proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Proses hukum selanjutnya akan berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk memastikan keadilan dan penegakan hukum yang tepat.
Para terduga pemberi suap, yaitu Mulsunadi Gunawan, Marilya, dan Roni Aidil, diduga melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah mengalami perubahan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sejalan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dalam hal Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto, keduanya telah diserahkan kepada Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (Puspom TNI) untuk proses lebih lanjut. Namun, pengusutan dan penyelidikan atas kasus tersebut diambil alih oleh tim gabungan yang terdiri dari penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Puspom TNI. Langkah ini bertujuan untuk memastikan penanganan kasus secara menyeluruh dan komprehensif guna mencari keadilan dan kebenaran terkait dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan pihak-pihak terkait di dalamnya.