Dinasti politik disebut juga dengan kekerabatan, secara genealogis dan historis lahir dan tumbuh dalam sistem monarki. Di mana kekuasaan akan diwariskan secara turun-temurun dari ayah ke anak dan seterusnya. Hal ini dilakukan dalam rangka ahar kekuasaan tetap berada di lingkungan keluarga.
Gejala Neopatrimonialistik merupakan tren politik kekerabatan dalam masyarakat politik modern. Benihnya yang sudah lama berakar sejak dahulu. Sistem politik ini mengutamakan generasi ikatan genealogis.
Hal ini dimanfaatkan para politisi kultur neopatrimonial sebagai strategi politik untuk mempertahankan kekuasaan melalui jalur politik prosedural anak, keluarga, atau kerabat elite yang telah disiapkan parta politik.
Neopatrimonialisme adalah istilah yang mengacu pada bentuk dominasi politik di mana kekuasaan yang sentral dan otoritas terkonsentrasi di tangan individu atau kelompok kecil, yang mengendalikan sumber daya negara seperti keuangan dan administrasi, dengan sedikit pertanggungjawaban atau transparansi. Sistem ini cenderung memperlambat perkembangan institusi demokratis dan perekonomian, karena korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan seringkali merajalela. Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan situasi di negara-negara berkembang di mana praktik-praktik neopatrimonial dapat menghambat pembangunan yang berkelanjutan.
Sekarang praktik politik dinasti tidak sekedar lagi meniadi fenomena politik tapi sudah menjadi endemi politik yang sudah menyebar ke berbagai tiap daerah tak terkendali. Menjamurnya politik sistem monarki ini bisa mengandam dunia politik Indonesia. Dengan Politik dinasti tata kelola kenegaraan dan pemerintahan dikelola ‘kamar tidur’.
“Istilah “kamar tidur” dalam politik” merujuk pada praktik di mana keputusan-keputusan politik atau kebijakan-kebijakan dibuat secara tidak resmi atau di belakang layar, biasanya dalam lingkungan yang kurang transparan dan tersembunyi dari perhatian publik. Dalam konteks ini, “kamar tidur” mengacu pada tempat-tempat atau pertemuan-pertemuan rahasia di mana keputusan politik diambil oleh individu atau kelompok tertentu, seringkali di luar mekanisme formal pemerintahan atau proses demokratis.
Praktik ini dapat melibatkan perundingan atau kesepakatan di antara para pemimpin politik, pengambilan keputusan oleh kelompok-kelompok kecil dalam lingkungan yang tertutup, atau tindakan-tindakan yang tidak diketahui secara luas oleh masyarakat umum. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan ketidaktransparanan dalam pengambilan keputusan politik yang bisa mengarah pada ketidakakuan atau bahkan penyalahgunaan kekuasaan.
Endemi politik dinasti ini tidak hanya ada di lembaga legislatif, tapi juga eksekutif. Hasil riset Lembaga Studi Negara Institute (LNSI) menyebut sekitar 17,22% anggota DPR 2019 – 2024 merupakan bagian dari politik dinasti, karena memiliki hubungan dengan pejabat publik, baik hubungan darah, pernikahan, maupun kombinasi keduanya.
Secara geografis, hampir 80% wilayah di seluruh Indonesia produk politik dinasti, dan Jawa Timur adalah daerah terbanyak yang menjalankan politik dinasti, yakni 14 daerah. Disusul Jawa Tengah dan Sulsel (6 daerah), Jawa Barat, Sumsel, dan Banten (5 daerah), dan Kalimantan Timur, Sumut, dan Lampung (4 daerah).
Presiden Jokowi sendiri sudah melakukan praktik dinasti politik, dalam waktu kurang 6 tahun sudah membanung imperium baru.
Anak pertama, Gibran Raka Buming Raka jadi Wali Kota Solo; sang menantu, Bobby Nasution jadi Wali Kota Medan; dan, saat ini sedang mempersiapkan Kaesang Pangarep untuk maju Pilkada Kota Depok.
Berdasarkan Info pada pemilu 2024 diprediksi akan semakin marak politik dinasti. Semua itu dilakukan demi mempertahankan kekuasaan agar jangan sampai pindah ke tangan orang lain.
Sistem monarki adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi dipegang oleh seorang monarki atau raja/raja yang memiliki posisi yang diwariskan atau ditentukan berdasarkan garis keturunan. Dalam sistem monarki, monarki biasanya memiliki peran simbolis sebagai kepala negara, sementara kekuasaan pemerintahan sehari-hari dijalankan oleh pemerintah atau badan legislatif yang terpisah.
Dalam sebagian besar sistem monarki modern, monarki memiliki peran seremonial yang penting dalam menghormati tradisi dan budaya negara, sementara kekuasaan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh lembaga-lembaga pemerintahan. Meskipun peran monarki bervariasi dari negara ke negara, banyak monarki modern mengutamakan stabilitas politik dan kontinuitas budaya.
-
Ping-balik: Wacana Pilkada Serentak Muncul, Jokowi Beri Tanggapan - Alaku News