Gerakan Perempuan untuk Demokrasi telah melaporkan Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait hasil seleksi anggota Bawaslu Sumatera Utara (Sumut) periode 2023-2028. Laporan ini disampaikan karena adanya permasalahan tidak adanya keterwakilan perempuan di dalam 7 anggota Bawaslu Sumut yang telah dilantik.
Sarma Hutajulu, yang merupakan perwakilan dari gerakan ini, menyatakan bahwa menurut pandangan mereka, Bawaslu RI telah melanggar UU No 7 Tahun 2017. Pelanggaran tersebut terkait dengan tidak terpenuhinya keterwakilan perempuan dalam susunan anggota Bawaslu Sumut yang baru dilantik.
Keterwakilan perempuan dalam lembaga-lembaga pemerintahan dan penyelenggaraan pemilu merupakan hal yang penting untuk mencerminkan kesetaraan gender dan mewujudkan demokrasi yang inklusif. Oleh karena itu, Gerakan Perempuan untuk Demokrasi menganggap bahwa kehadiran perempuan di dalam Bawaslu Sumut harus diprioritaskan dan dipastikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU No 7 Tahun 2017.
Laporan tersebut akan menjadi perhatian DKPP untuk menilai apakah terjadi pelanggaran atau ketidakpatuhan terhadap regulasi yang mengatur keterwakilan perempuan di dalam lembaga penyelenggara pemilu. Langkah ini bertujuan untuk menegakkan prinsip kesetaraan gender dalam penyelenggaraan pemilu dan menjamin peran serta aktif perempuan dalam proses demokrasi di Sumatera Utara dan seluruh Indonesia.
“Kita melaporkan seluruh komisioner Bawaslu RI ke DKPP karena dengan sengaja telah melanggar Undang-undang No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, terutama pasal 92 ayat 11 soal keterwakilan perempuan,” kata Sarma Hutajulu kepada detikSumut, Kamis (27/7/2023).
Laporan dari Gerakan Perempuan untuk Demokrasi Sumatera Utara (Sumut) telah diterima oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Selasa, 25 Juli 2023, dengan nomor laporan: 01-25/SET-02/VII/2023. Gerakan ini merupakan aliansi yang terdiri dari berbagai organisasi masyarakat dan organisasi perempuan yang bergabung untuk memperjuangkan keterwakilan perempuan dalam proses pemilu.
Dalam laporan mereka, Gerakan Perempuan untuk Demokrasi menyuarakan adanya kejanggalan dalam penetapan 7 anggota Bawaslu Sumut. Mereka mencatat bahwa pada awalnya pendaftaran calon anggota Bawaslu Sumut telah mengalami perpanjangan karena target keterwakilan minimal 30 persen perempuan tidak terpenuhi. Namun, meskipun ada perempuan yang masuk dalam 14 besar calon anggota, Bawaslu RI justru tidak meluluskannya.
“Iya, memang itu, pengabaikan terhadap pasal 92 ayat 11 UU Pemilu tentang keterwakilan perempuan. Sementara dalam proses kemaren kan, (timsel) Bawaslu justru memperpanjang proses pendaftaran karena keterwakilan 30 persen tidak mencukupi,” ucapnya.
Sarma Hutajulu menyampaikan bahwa Gerakan Perempuan untuk Demokrasi Sumatera Utara (Sumut) juga menilai Bawaslu RI tidak profesional dalam menjalankan institusi, mengingat adanya kekosongan selama 1 hari sebelum pelantikan Bawaslu Sumut periode 2023-2028. Situasi ini terjadi karena anggota Bawaslu lama telah habis masa jabatannya pada tanggal 15 Juli, sementara anggota Bawaslu Sumut yang baru dilantik baru dapat mulai bekerja pada tanggal 17 Juli.
Keadaan ini menimbulkan ketidaksempurnaan dalam kontinuitas dan kesinambungan kinerja Bawaslu di Sumatera Utara, sehingga mengindikasikan kurangnya perencanaan yang baik dan manajemen yang tepat dalam transisi kepengurusan. Hal ini dapat mempengaruhi kelancaran dan efektivitas tugas pengawasan Bawaslu terhadap proses pemilu di daerah.
Selain melaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Gerakan Perempuan untuk Demokrasi Sumatera Utara (Sumut) juga telah melaporkan Bawaslu RI ke dua lembaga lainnya, yaitu Komnas Perempuan dan Komisi II DPR RI. Tindakan ini dilakukan karena gerakan tersebut percaya bahwa telah terjadi pelanggaran dalam proses penetapan anggota Bawaslu Sumut periode 2023-2028.
“Artinya apa, kita melihat bahwa Bawaslu baik secara institusi maupun orang per orang komisionernya telah melakukan pelanggaran, karena menurut kami etika itu tidak sekedar individu tapi juga menyangkut bagaimana ketaatan terhadap konstitusi dan keprofesionalan,” ungkapnya.
Sarma meminta supaya Bawaslu RI dapat menjalankan amanat undang-undang yang sudah diatur terkait keterwakilan perempuan. Bawaslu RI dinilai bisa mengevaluasi dan membuat keputusan baru terkait Bawaslu Sumut.
“Kami meminta agar amanat undang-undang itu dijalankan oleh Bawaslu RI, apakah dengan nanti mengevaluasi atau kemudian membuat keputusan baru,” tutupnya.
Fyi, 7 anggota Bawaslu Sumut periode 2023-2028 yang terpilih dan dilantik diisi oleh laki-laki. 7 anggota Bawaslu Sumut ini merupakan dipilih oleh Bawaslu RI dari 14 nama yang diusulkan oleh timsel.
Dari 14 nama yang dikirim timsel ke Bawaslu RI terdapat dua calon anggota Bawaslu Sumut, dari perempuan. Yakni Erina Kartika Sari dan Timo Dahlia Daulay.