Deklarasi yang dilakukan Politikus PDIP Budiman Sudjatmiko terhadap Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden (Capres) 2024, membuat Budiman Sudjatmiko terancam dipecat.
Melalui situs resminya, Budiman menanggapi pandangan itu dan menyatakan kalau dirinya telah berubah dari yang awalnya seorang aktivis kemudian gabung ke partai besar, lalu masuk menjadi anggota DPR.
Budiman berhasil menjadi anggota DPR pada tahun 2009 dan 2014 melalui PDIP. Waktu itu, Budiman menjadi Inisiator dan pimpinan Rancangan Undang-Undang (RUU) Desa. Pada Tahun 2019 Budiman gagal lolos ke Parlemen. Ia pun mengatakan ia sudah tak berniat mencalonkan diri sebagai wakil rakyat karena telah 2 kali duduk di kursi DPR.
Sekarang, Budiman terancam akan dipecat karena aksinya yang mendeklarasikan Prabowo sebagai capres. Padahal, PDIP sudah memiliki capres yang diusung yaitu Ganjar Pranowo.
Awal mulanya, Hasto menceritakan kubu pro-Prabowo telah melakukan pembajakan terhadap kader PDIP yaitu Budiman. Menurut Hasto pihak Prabowo justru membuktikan ketidakpercayaan diri dalam menghadapi Pilpres 2024.
“Setelah mengeroyok Ganjar Pranowo, mereka masih menggunakan bujuk rayu kekuasaan mencoba bertindak tidak etis, terapkan devide at impera,” kata Hasto di sela Rakerda III DPD PDIP Kalimantan Timur di Balikpapan, seperti dilangsir detiknews, Minggu (20/8/2023).
“Divide et impera,” yang juga dikenal sebagai “Divide and conquer” dalam bahasa Inggris, adalah ungkapan Latin yang berarti “Pecah dan taklukkan.” Frasa ini mengacu pada strategi politik atau militer di mana penguasa atau pemimpin berusaha untuk memecah belah kelompok atau pihak yang lebih besar menjadi bagian yang lebih kecil dan lemah agar lebih mudah dikuasai atau dikendalikan.
Strategi “divide et impera” dapat diterapkan dalam berbagai konteks, baik dalam politik, ekonomi, maupun militer. Tujuannya adalah untuk mengurangi kekuatan kelompok atau lawan yang lebih besar dengan menciptakan konflik internal, ketidaksepakatan, atau perselisihan di antara mereka.
Meskipun ungkapan ini sering digunakan dalam konteks strategi pemerintahan atau dominasi politik, konsep “divide et impera” juga dapat diamati dalam berbagai aspek kehidupan dan sejarah. Pecah belah dan memanfaatkan perbedaan antara kelompok masyarakat telah digunakan oleh penguasa atau pihak tertentu untuk menjaga kekuasaan atau mencapai tujuan mereka.
Hasto juga telah memberi catatan mengenai lokasi deklarasi dukungan Prabowo dan Budiman itu di Provinsi Jawa Tengah. Hasto juga menjelaskan dengan adanya aksi deklarasi tersebut justru akan membuat Kader PDIP di Jawa tengah akan semakin solid dan kompak. Perihal Budiman, Hasto akan memastikan memberikan hukuman disiplin yang tegas.
“Divide et impera” atau “Divide and conquer” dalam dunia politik merujuk pada strategi di mana pihak yang berkuasa berusaha untuk memecah belah atau memanipulasi masyarakat atau kelompok tertentu agar mereka menjadi lemah, tidak bersatu, dan mudah dikendalikan. Strategi ini dapat diterapkan dengan berbagai cara untuk menciptakan perpecahan, ketidaksepakatan, atau konflik di antara warga negara atau kelompok masyarakat.
Strategi “divide et impera” dalam politik dapat memberikan penguatan sementara bagi pihak yang berkuasa, tetapi juga dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial dan memperdalam perpecahan dalam jangka panjang. Dalam konteks ini, penting bagi masyarakat untuk memahami upaya pemecah belahan yang mungkin muncul dan untuk mempromosikan kerjasama serta pemahaman bersama dalam rangka menghadapi tantangan bersama.
Pihak berkuasa dapat memanfaatkan ketidaksepakatan yang sudah ada antara kelompok-kelompok masyarakat untuk memperdalam perpecahan tersebut. Mereka dapat memberikan keuntungan atau kelonggaran kepada satu kelompok sambil mengecualikan kelompok lain.