Menurut pengamat politik dan akademisi dari Universitas Airlangga (Unair), Kacung Marijan, Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, yang merupakan Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dianggap sebagai sosok yang memiliki kekuatan untuk menjadi calon Wakil Presiden bersama Prabowo Subianto. Pendapat ini mendapatkan dukungan dari Ketua Umum Prabowo Mania 08, Immanuel Ebenezer, yang setuju dengan wacana Prabowo Cak Imin tersebut.
Dalam pandangan Kacung Marijan, kehadiran Abdul Muhaimin Iskandar sebagai calon cawapres Prabowo Subianto dapat memberikan kekuatan dan daya tarik politik yang signifikan bagi koalisi tersebut. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Immanuel Ebenezer, yang melihat potensi sinergi antara Abdul Muhaimin Iskandar dan Prabowo Subianto dalam memperkuat basis dukungan politik.
Wacana ini mencerminkan perbincangan di kalangan politikus dan pengamat terkait kemungkinan konfigurasi calon presiden dan wakil presiden dalam konteks pemilihan yang akan datang. Pendapat ini memberikan perspektif mengenai dinamika politik di Indonesia, namun keputusan akhir tetap bergantung pada strategi dan kesepakatan partai politik yang terlibat.
“Semakin hari (cawapres Prabowo) semakin mengkristal, mengkristalnya itu arah muaranya itu ke Cak Imin,” ujar Immanuel kepada wartawan, Minggu (25/6/2023).
Menurut Immanuel, suara Nahdlatul Ulama di Jawa Timur cukup kuat ke Cak Imin. Apalagi Cak Imin merupakan ketua partai.
“Pak Prabowo itu hanya butuh satu ya, yang penting Jawa timur dan NU. Kalau seandainya Cak Imin ditandemkan ke pak Prabowo, saya rasa ini menjadi faktor kemenangan Pak Prabowo untuk 2024,” jelas Immanuel.
“Kita sebagai pendukung pak Prabowo khususnya Prabowo Mania 08, saya rasa kami juga akan bulat untuk mendukung wacana Prabowo-Muhaimin,” jelasnya.
Kacung Marijan sebelumnya mengevaluasi Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai sosok yang tepat untuk menjadi calon Wakil Presiden bersama Ketua Umum Partai Gerindra. Awalnya, dia berbicara tentang peran cawapres sebagai penguat, bukan penentu.
Menurut pandangan Kacung Marijan, kehadiran Cak Imin sebagai cawapres akan memberikan kekuatan tambahan bagi pasangan calon presiden, menguatkan dukungan politik dan memperluas basis pemilih. Dia menyoroti peran cawapres dalam memperkuat koalisi dan memberikan perspektif yang berbeda, bukan sebagai penentu keputusan utama.
Pendapat ini mencerminkan analisis Kacung Marijan mengenai strategi politik dan dinamika dalam pemilihan calon presiden dan wakil presiden. Meskipun demikian, keputusan akhir tetap bergantung pada pertimbangan dan kesepakatan partai politik yang terlibat dalam koalisi.
“Sebetulnya yang paling menentukan adalah capresnya. (Misalnya), ada Prabowo, Ganjar dan Anies, tiga figur ini menjadi rujukan yang utama. Sedangkan cawapres sebetulnya posisinya lebih pada penguat bukan penentu. Artinya, penentu itu tidak punya makna apa-apa kalau capresnya itu tidak kuat. Tetapi kalau capresnya sama-sama kuat sedangkan penentunya ada yang kuat dan ada yang tidak, maka yang menang adalah capres yang kuat dan penentu yang kuat,” kata Kacung melalui wawancaranya.
Kacung Marijan menyatakan bahwa dalam daftar calon Wakil Presiden yang beredar untuk Prabowo, menurutnya Cak Imin adalah sosok yang paling kuat. Dia mengungkapkan pendapatnya bahwa nama-nama lain, seperti Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, tidak akan memiliki kekuatan yang sama jika mereka digabungkan dengan Prabowo.
Menurut pandangan Kacung Marijan, Cak Imin memiliki kekuatan politik dan daya tarik yang dapat melengkapi Prabowo dalam sebuah pasangan calon. Dia mencerminkan keyakinannya bahwa sinergi antara Cak Imin dan Prabowo akan memiliki dampak positif dalam memperkuat koalisi dan mendapatkan dukungan yang lebih luas.
Namun, perlu diingat bahwa pemilihan cawapres tidak hanya bergantung pada pendapat individu, tetapi juga melibatkan dinamika politik, strategi partai politik, dan pertimbangan yang lebih luas dalam pemilihan calon yang tepat.
“Contohnya Pak Muhaimin Iskandar, penentu yang kuat. Tapi Kalau misalnya berpasangan dengan Pak Airlangga Hartarto, ya tidak menang, ya pasti kalah. Ini beda misalnya Pak Muhaimin dengan Prabowo, nah ini potensi bisa kuat. Ini saling memperkuat. Ini artinya, Capresnya kuat, Cawapres penentunya juga kuat,” sambungnya.