Muratara, Alaku News – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) kini telah mencapai tingkat yang sangat meresahkan. Kapolres Muratara, AKBP Koko Arianto Wardani, mengungkapkan bahwa hampir setiap hari terjadi kebakaran hutan dan lahan di daerah ini, bahkan mencapai hingga 10 kali sehari dengan lokasi yang berbeda-beda.
Dalam konferensi pers yang diadakan pada Minggu, 8 Oktober 2023, Kapolres Muratara menjelaskan bahwa karhutla telah menjadi masalah yang serius di wilayahnya. Meskipun jumlah lahan atau hutan yang terbakar tidak terlalu besar, intensitas kebakaran yang terjadi secara terus-menerus telah menciptakan dampak negatif yang signifikan bagi lingkungan dan masyarakat setempat.
“Ya benar, hampir setiap hari terjadi karhutla. Bahkan sampai 10 kali sehari, dengan lokasi berbeda-beda,” ungkap Kapolres Muratara, AKBP Koko Arianto Wardani, yang didampingi oleh Kasat Reskrim AKP Sopian Hadi.
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) terus menjadi perhatian serius pihak berwenang. Upaya pemadaman dan penanganan cepat terus dilakukan, dengan harapan untuk mencegah meluasnya kebakaran. Namun, kendati usaha keras ini, beberapa lokasi sulit dijangkau menggunakan alat pemadam kebakaran (damkar).
Kapolres Muratara, AKBP Koko Arianto Wardani, mengungkapkan seperti yang dilangsir Sumeks, “Cepat kami tangani, agar tidak meluas. Namun memang terkadang ada beberapa lokasi yang sulit dicapai menggunakan damkar.”
Untuk mengatasi kendala ini, pihak berwenang telah mengambil langkah tegas. Mereka menurunkan Tim Dalmas Polres Muratara, yang terlatih khusus untuk menghadapi situasi sulit dan memastikan pemadaman karhutla di lokasi yang sulit dijangkau.
Kendati penanganan karhutla terus berlangsung, Kapolres Muratara menekankan pentingnya mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Dia menegaskan bahwa siapa pun yang terbukti melakukan pembakaran lahan dan hutan akan ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku.
ebakaran hutan dan lahan (karhutla) merupakan masalah serius yang tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam kehidupan banyak orang dan makhluk hidup di sekitarnya. Untuk memberikan peringatan keras kepada pelaku pembakaran hutan dan lahan yang sengaja, hukum memiliki ancaman serius yang siap diterapkan.
Pelaku pembakaran hutan dan lahan tidak hanya dapat dijatuhi hukuman pidana penjara, tetapi juga diancam dengan hukuman denda yang jumlahnya tidak sedikit. Hukuman ini bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan sebagai upaya untuk mendisinsentifkan praktik pembakaran hutan dan lahan yang merugikan.
Hukuman pidana penjara bagi pelaku pembakaran hutan dan lahan dapat mencapai puluhan tahun, tergantung pada tingkat kesengajaan dan dampak kerusakan yang diakibatkan. Selain itu, pelaku juga dapat dikenai denda yang signifikan, yang bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Ancaman hukuman serius ini sejalan dengan upaya pemerintah dan pihak berwenang untuk melindungi lingkungan dan mencegah karhutla. Kebakaran hutan dan lahan bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga berdampak buruk pada kualitas udara, kesehatan masyarakat, dan keberlangsungan kehidupan di wilayah yang terkena dampak.
Pembakaran hutan dan lahan adalah tindakan serius yang merusak lingkungan dan mengancam keberlangsungan kehidupan banyak orang serta makhluk hidup di sekitarnya. Untuk memberikan peringatan tegas kepada pelaku pembakaran hutan dan lahan, hukum memiliki peraturan yang jelas dan ancaman hukuman yang berat.
Pasal 78 Ayat 3 dari Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, mengatur bahwa pembakaran hutan dengan sengaja dapat dikenakan pidana dengan hukuman paling lama 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar. Ini adalah sanksi yang sangat berat yang diberlakukan terhadap pelaku pembakaran hutan yang disengaja.
Selain itu, Pasal 78 Ayat 4 dari UU Kehutanan juga menyebutkan bahwa pelanggar karena kelalaiannya dalam pembakaran hutan dapat dikenakan pidana dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1,5 miliar. Meskipun tindakan tersebut tidak disengaja, tetapi hukuman yang berat tetap diberlakukan untuk memberikan efek jera kepada pelaku.
Tidak hanya dalam UU Kehutanan, pembakaran lahan juga diatur dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) yakni UU No. 32 Tahun 2009. Menurut Pasal 108 UU PPLH, pelaku pembakaran lahan dapat diancam dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda yang berkisar antara Rp3 hingga 10 miliar.
Masalah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) semakin meresahkan, dengan rata-rata terjadi 10 kejadian karhutla setiap harinya. Kepolisian Resort (Polres) Muratara telah memberikan peringatan tegas kepada para pelaku karhutla dengan ancaman hukuman serius, termasuk denda miliaran rupiah.
Pasal 78 Ayat 3 dari Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengatur bahwa pembakaran hutan dengan sengaja dapat dikenakan hukuman pidana paling lama 15 tahun penjara dan denda paling tinggi Rp5 miliar. Ini adalah hukuman berat yang berlaku bagi pelaku pembakaran hutan yang disengaja.
Sedangkan Ayat 4 dari pasal yang sama menjelaskan bahwa pelanggar karena kelalaiannya dalam pembakaran hutan juga dapat diancam pidana 15 tahun penjara dengan denda paling tinggi Rp1,5 miliar. Ini menunjukkan bahwa hukuman serius tetap berlaku bahkan jika tindakan tersebut tidak disengaja.
Tidak hanya di UU Kehutanan, pembakaran lahan juga diatur dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) yakni UU No. 32 Tahun 2009. Pasal 108 UU PPLH mengancam pelaku pembakaran lahan dengan pidana penjara mulai dari tiga tahun hingga sepuluh tahun, serta denda yang berkisar antara Rp3 hingga 10 miliar.
Selain itu, Undang-Undang Perkebunan juga memiliki ketentuan yang melarang pembukaan lahan dengan cara membakar. Pasal 56 Ayat (1) mengatur larangan tersebut, dan Pasal 108 UU Perkebunan menjelaskan bahwa pelaku usaha perkebunan yang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar dapat dikenakan hukuman pidana penjara selama 10 tahun dan denda paling tinggi Rp10 miliar.
Penulis : Affif Dwi As’ari
Editor : Affif Dwi As’ari