Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I Sumsel, Wandayantolis, menjelaskan bahwa meskipun curah hujan seharusnya mulai terjadi pada bulan Oktober, adanya fenomena El Nino telah menggeser pola musim hujan di Sumsel. Sehingga, baru pada akhir Oktober, 17 Kabutapen/Kota wilayah di Sumsel akan mulai mendapatkan curah hujan secara sporadis.
“Akan menjadi salah satu instrumen berakhirnya episode asap di Sumsel. Itu (hujan) akan bertahan sampai dengan Februari 2024, tapi dari segi pola musim di Sumsel itu secara umum sebenarnya Oktober sudah musim hujan. Karena adanya El Nino, curah hujan ini mundur 10 sampai 30 hari dari biasanya sehingga baru akan mulai terlihat adanya hujan secara sporadis di beberapa wilayah Sumsel pada akhir Oktober,” ungkap Wandayantolis.
Prediksi cuaca ini memberikan harapan besar bahwa karhutla yang telah menyebabkan masalah serius di Sumsel akan segera teratasi. Hujan yang diharapkan pada bulan November akan membantu mengurangi risiko kebakaran hutan dan lahan, serta membersihkan udara dari asap yang telah mengganggu kesehatan masyarakat dan mengganggu kehidupan sehari-hari.
Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I Sumatera Selatan (Sumsel), Wandayan, mengungkapkan bahwa potensi hujan di wilayah Sumsel diperkirakan cukup kecil sebelum tanggal 20 Oktober. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan awan yang sangat terbatas, terutama di sekitar Palembang dan sekitarnya. Namun, Wandayan juga memberikan harapan dengan menyebut teknik modifikasi cuaca (TMC) sebagai salah satu solusi yang dapat membantu memperluas bibit hujan di wilayah tersebut.
“Kalau untuk sekarang seluruh wilayah Sumsel sangat kecil pertumbuhan awan yang muncul di Palembang dan sekitarnya, tetapi pada akhir Oktober pertumbuhan awan meluas dari utara, pindah ke bagian selatan di sisi barat, kemudian bagian timur konsentrasi terbesar di bagian utara dan barat, tapi kita berharap terjangkau di wilayah timur Ogan Komering Ilir (OKI),” ungkap Wandayan.