Alaku

MK Putuskan Lembaga Pendidikan Boleh Jadi Tempat Kampanye, Menko PMK: Harus Ada Aturan yang Jelas

MK Putuskan Lembaga Pendidikan Boleh Jadi Tempat Kampanye, Menko PMK: Harus Ada Aturan yang Jelas – foto dok tribunnews

Mahkamah Konstitusi memutuskan kampanye di kampus atau lembaga pendidikan diperbolehkan. Mendengar keputusan itu Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhajir Effendy langsung merespons keputusan yang dibuat oleh MK tersebut. Menurut Muhajir, harus ada aturan yang jelas dalam melakukan kampanye di lembaga pendiidkan.

“Kalau boleh ya nggak apa-apa, cuma nanti kan harus ada aturan main di dalam, karena selama ini kita anggap bahwa lembaga pendidikan, kemudian keagamaan, itu kan fasilitas umum yang tidak boleh dijadikan ruang untuk berkontestasi secara politik,” kata Muhadjir usai acara sosialisasi buku teks utama pendidikan pancasila, di The Tribrata, Jakarta Selatan, Senin (21/8/2023) dilangsir detiknews.

Walaupun begitu, kalau kampanye sampai akan dilakukan di lingkungan kampus itu bisa membuat menjadi tidak kondusif. Muhajir menyarankan agar kampanye di lembaga pendidikan sebaiknya tidak perlu dilakukan. Karena melihat masih ada banyak tempat yang bisa digunakan untuk berkampanye.

Bagi Muhajir itu akan memunculkan potensi terjadinya friksi dan menjadikan lembaga pendidikan tidak kondusif akibat digunakan berkampanye, maka dari itu ia tidak menyarankan.

Dalam konteks politik, istilah “friksi” dapat merujuk pada gesekan atau konflik yang terjadi di antara berbagai kelompok, individu, atau entitas dalam proses politik. Friksi politik mencakup berbagai situasi di mana terjadi perselisihan, perbedaan pendapat, atau pertentangan dalam hubungan politik.

Baca Juga:  Konsolidasi Rakyat Bengkulu: Tim Hukum Helmi Mian Laporkan KPU ke DKPP Terkait Dugaan Pelanggaran Pilkada

Partai politik dengan pandangan dan tujuan yang berbeda-beda dapat mengalami friksi saat berinteraksi dalam pemilihan umum, legislasi, atau kebijakan. Persaingan politik dapat menyebabkan friksi dan ketegangan di antara partai-partai tersebut.

Terkadang, friksi politik dapat menghambat kemajuan dan stabilitas, tetapi juga bisa menjadi bagian alami dari proses demokratis dan interaksi politik. Penting untuk merespons friksi politik dengan cara yang konstruktif, seperti melalui dialog, diplomasi, penyelesaian damai, atau pendekatan kolaboratif, demi mencapai tujuan bersama dan menjaga stabilitas dalam sistem politik.
Alasannya tentu, masih banyak tempat lain untuk berkampanye, jadi untuk apa lembaga pendidikan sampai dibawa-bawa ke ranah politik.

Muhadjir Effendi sangat mengkhawatirkan independensi guru jika kampanye benar-benar akan dilakukan di lingkungan pendidikan. Terlebih lagi, lembaga pendidikan saat ini masih mengejar ketertinggalan setelah adanya pandemi Covid-19.

Kampanye politik dalam lingkungan pendidikan dapat memiliki beberapa dampak buruk yang perlu diperhatikan:

Baca Juga:  Hakim Konstitusi dan Pakar Hukum Kupas Tuntas Pilkada 2024 di Bengkulu

1. Gangguan pada Proses Pembelajaran: Kampanye politik yang intensif dalam lingkungan pendidikan dapat mengganggu proses pembelajaran. Siswa mungkin teralihkan dari fokus belajar karena perhatian mereka tertuju pada kampanye dan isu-isu politik.

2. Polarisasi dan Konflik: Kampanye politik yang keras dan kontroversial dapat menciptakan polarisasi di antara siswa, guru, atau staf pendidikan yang memiliki pandangan politik yang berbeda. Ini bisa menyebabkan ketegangan sosial dan konflik dalam lingkungan sekolah.

3. Pengaruh pada Pembentukan Opini: Kampanye politik yang tidak terkontrol atau kurang berimbang dapat mempengaruhi pembentukan opini siswa tanpa memberi mereka kesempatan untuk mengembangkan pemahaman yang seimbang dan kritis tentang berbagai isu politik.

4. Gangguan pada Kegiatan Sekolah: Kampanye politik dapat mengganggu berbagai kegiatan sekolah, seperti seminar, lokakarya, atau program ekstrakurikuler. Hal ini dapat menghambat kesempatan siswa untuk belajar dari pengalaman dan aktivitas yang dirancang untuk mendukung perkembangan mereka.

5. Ketidaknetralan Institusi Pendidikan: Kampanye politik yang terlalu terlibat dalam lingkungan pendidikan dapat mengancam netralitas institusi pendidikan. Institusi pendidikan seharusnya menjadi tempat di mana siswa dapat mengembangkan pemahaman yang obyektif dan mendalam tentang berbagai isu tanpa merasa dipengaruhi oleh pandangan politik tertentu.

Baca Juga:  Peluang Manchester City Raih Treble Winner

6. Terfokus pada Hasil Pemilihan Umum: Jika kampanye politik terlalu mendominasi lingkungan pendidikan, hal ini bisa membuat siswa lebih fokus pada hasil pemilihan umum daripada pada pembelajaran dan perkembangan akademis mereka.

7. Gangguan Terhadap Hubungan: Kampanye politik yang menghasilkan konflik dan perpecahan dapat merusak hubungan antara siswa, guru, dan staf pendidikan. Ini bisa mengganggu iklim belajar yang positif dan hubungan yang sehat di antara semua pihak.

Oleh karena itu, penting bagi lembaga pendidikan dan komunitas sekolah untuk mengelola kampanye politik dengan bijaksana dan memastikan bahwa fokus utama tetap pada pembelajaran dan perkembangan siswa. Netralitas, pembelajaran yang kritis, dan pengembangan pemahaman yang seimbang tentang isu-isu politik perlu dipromosikan dalam lingkungan pendidikan.

Selasa, 15 Agustus 2023. Mahkamah Konstitusi memutuskan sudah melarang total kampanye di tempat ibadah tapi masih memperbolehkan kampanye dalam bentuk alasan lain di tempat pendidikan dan fasilitas umum itu sesuai dalam Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023. Dalam gugatan yang diajukan oleh Ong Yenni dan Handrey Mantiri.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan