Alaku

Mengenal Gratifikasi: Definisi, Unsur, dan Sanksi Hukum di Indonesia

Mengenal Gratifikasi: Definisi, Unsur, dan Sanksi Hukum di Indonesia

Bengkulu – Mengenal Gratifikasi, Istilah gratifikasi sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat Indonesia. Dalam praktiknya, gratifikasi sering dilakukan sebagai upaya untuk mempermudah seseorang mencapai tujuan tertentu. Namun, tidak semua gratifikasi dianggap melanggar hukum. Ada beberapa ketentuan dan unsur yang menentukan apakah suatu pemberian termasuk gratifikasi yang melanggar hukum atau tidak.

Apa Itu Gratifikasi? Mari Mengenal Gratifikasi!

Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, mencakup segala bentuk hadiah atau imbalan, baik dalam bentuk uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan gratis, dan berbagai fasilitas lainnya. Gratifikasi dapat diberikan atau diterima di dalam negeri maupun luar negeri, menggunakan sarana elektronik atau non-elektronik. Definisi ini dijelaskan dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Namun, tidak semua pemberian gratifikasi dianggap sebagai pelanggaran hukum. Ketentuan dalam Pasal 12B ayat (1) menyatakan bahwa gratifikasi yang diterima oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri tidak dianggap melanggar hukum jika dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu 30 hari sejak gratifikasi diterima (Pasal 12C ayat (1) & (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2001).

Baca Juga:  Kejaksaan Agung Periksa Dua Saksi Kasus Korupsi Suap Ronald Tannur

Unsur-Unsur Gratifikasi

Untuk mengidentifikasi apakah suatu pemberian masuk kategori gratifikasi yang dilarang, terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi:

  1. Hubungan dengan Jabatan Penerima: Gratifikasi diberikan oleh pihak yang memiliki hubungan jabatan dengan penerima. Artinya, tidak harus penerima memiliki wewenang untuk memenuhi keinginan pemberi, tetapi cukup bahwa jabatannya memungkinkan untuk melakukan apa yang diinginkan oleh pemberi.
  2. Bertentangan dengan Tugas atau Kewajiban: Penerimaan gratifikasi bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima. Artinya, penerimaan gratifikasi ini melanggar hukum, kepatutan, atau kewajaran yang berlaku di masyarakat.
  3. Tidak Dilaporkan kepada KPK: Gratifikasi dianggap melanggar jika tidak dilaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima.
  4. Memiliki Konflik Kepentingan: Penerimaan gratifikasi tersebut menimbulkan konflik kepentingan antara penerima dan pemberi.
Baca Juga:  ABADI

Pelaporan Gratifikasi

Untuk menghindari pelanggaran hukum, penerima gratifikasi diwajibkan melaporkan pemberian tersebut kepada KPK atau melalui saluran lain yang ditunjuk oleh KPK, seperti Unit Pengendali Gratifikasi di kementerian, lembaga, organisasi, atau pemerintah daerah yang telah mengimplementasikan Sistem Pengendalian Gratifikasi. Pelaporan harus dilakukan dengan mengisi formulir yang ditetapkan oleh KPK dan harus dinyatakan lengkap serta diterima oleh KPK.

Sanksi Bagi Penerima Gratifikasi

Sanksi bagi penerima gratifikasi yang melanggar hukum sangat berat. Mereka dapat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya pemerintah dalam memberantas tindakan korupsi melalui gratifikasi.

Penerapan Kebijakan Anti Gratifikasi di Lingkungan Peradilan

Upaya pemberantasan gratifikasi juga diterapkan di lingkungan peradilan melalui program anti-gratifikasi yang dicanangkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. Program ini merupakan bagian dari Reformasi Birokrasi dalam bidang Penguatan Pengawasan. Salah satu kebijakan yang diambil adalah pembentukan Unit Pengendali Gratifikasi di Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di bawahnya, sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 138A/KMA/SK/VIII/2014.

Baca Juga:  Jalan Kaki Pagi vs Malam Hari: Mana yang Terbaik? Ini Kata Pakar

Peraturan Sekretaris Mahkamah Agung (Sekma) juga mengeluarkan beberapa peraturan terkait penanganan gratifikasi, seperti:

  • Peraturan Sekma Nomor: 3 Tahun 2014 tentang Penanganan Gratifikasi di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya.
  • Peraturan Sekma Nomor: 01B Tahun 2014 tentang Unit Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Mahkamah Agung RI.

Mewaspadai, Menghindari, dan  Mengenal Gratifikasi

Masyarakat diimbau untuk tidak menerima atau memberikan hadiah berupa uang, barang, makanan, atau bentuk apapun yang dapat dianggap sebagai gratifikasi. Hal ini dapat menyebabkan terjerat kasus korupsi, gangguan ketentraman hati, dan jatuhnya harga diri. Dengan mengenali dan menghindari gratifikasi, diharapkan kita semua dapat berperan aktif dalam menciptakan masyarakat yang bebas dari korupsi.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan