Alaku

Ketua Bawaslu “Rahmat  Bagja” Usul Pilkada 2024 Ditunda, Ini Kata Komisi II DPR “Junimart Girsang”

Ketua Bawaslu “Rahmat  Bagja” Usul Pilkada 2024 Ditunda, Ini Kata Komisi II DPR “Junimart Girsang” – foto ist

Wakil Ketua Komisi II DPR, Junimart Girsang, menegaskan bahwa usulan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk membahas opsi penundaan Pilkada 2024 yang dijadwalkan pada November 2024 adalah mengada-ada.

“Usulan dari Bawaslu mengenai penundaan Pilkada Serentak pada 27 November 2024 dengan alasan Presiden baru dilantik dan masalah keamanan menurut saya adalah mengada-ada dan bukan merupakan kewenangan Bawaslu,” ujar Junimart saat dihubungi pada Kamis (13/7/2023).

Junimart juga menyoroti perubahan sikap yang tiba-tiba dari Bawaslu yang kini tidak mendukung penyelenggaraan Pilkada pada tahun 2024. Menurutnya, selama rapat kerja dan rapat dengar pendapat di Komisi II DPR, Bawaslu tidak pernah menyatakan keberatan atau mengungkapkan keprihatinan terkait pelaksanaan Pilkada pada tahun tersebut.

“Selama beberapa kali rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan penyelenggara Pemilu, termasuk Bawaslu, di Komisi II DPR-RI, mereka tidak pernah menunjukkan keberatan terhadap penentuan jadwal Pilkada Serentak 2024,” ucap Junimart.

“Kenapa sekarang Bawaslu membuat pernyataan seperti ini? Sebaiknya Bawaslu tetap menjalankan tugas profesionalnya dan fokus pada pekerjaan sesuai dengan aturan yang mengatur persiapan tahapan Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif,” tambahnya.

Baca Juga:  Dugaan TGR Kandidat Bupati Kepahiang Diselidiki Bawaslu

Selain itu, Junimart juga berpendapat bahwa masalah keamanan bukanlah ranah Bawaslu. Dia menegaskan bahwa hal itu menjadi tanggung jawab penegak hukum.

Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, mengusulkan pembahasan opsi penundaan Pilkada 2024 yang sebelumnya dijadwalkan pada November 2024. Bagja menyampaikan beberapa kekhawatiran terkait penyelenggaraan Pilkada pada bulan tersebut dalam Rapat Koordinasi Kementerian dan Lembaga Negara yang diselenggarakan oleh Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta pada Rabu (13/7/2023).

“Kami memiliki kekhawatiran terhadap Pemilihan 2024 karena pemungutan suara yang direncanakan pada November 2024, yang mana pada bulan Oktober dilakukan pelantikan presiden baru beserta menteri dan pejabat yang kemungkinan akan mengalami pergantian,” ungkap Bagja dalam keterangannya pada Kamis (13/7).

Oleh karena itu, kami mengusulkan agar dibahas opsi penundaan pemilihan (pilkada) karena ini merupakan kali pertama dilaksanakan secara serentak,” tambahnya.

Selain itu, Bagja juga menyoroti beberapa potensi gangguan jika Pilkada 2024 diselenggarakan secara bersamaan. Salah satunya adalah masalah keamanan.

Baca Juga:  Faktor Utama Mahasiswa Sering Kali Lelah, Apa Saja?

“Jika sebelumnya, misalnya ada gangguan keamanan dalam pilkada di Makassar, maka dapat dilakukan penyebaran personel polres dari daerah sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Namun, dalam Pilkada 2024, hal ini akan sulit dilakukan karena setiap daerah akan sibuk dengan pemilihan serentak,” ungkapnya.

Bagja juga menyinggung beberapa masalah lainnya, seperti pemutakhiran data pemilih, pengadaan dan distribusi logistik Pilkada seperti surat suara, serta beban kerja yang terlalu tinggi bagi penyelenggara Pemilu. Selain itu, dia juga mencatat bahwa sinergi antara Bawaslu dan KPU terkait Peraturan KPU (PKPU) dan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) masih belum optimal.

“Masalah data pemilih sangat kompleks, bahkan satu keluarga bisa memiliki pemilih yang terdaftar di TPS yang berbeda dan ini seringkali menimbulkan ketidakpuasan. Selain itu, permasalahan juga muncul dalam hal surat suara, misalnya kekurangan surat suara yang harus dipindahkan dari TPS A ke TPS B dapat menimbulkan masalah,” jelasnya. Yangdikutip melalui detikNews

Selain masalah keamanan, Rahmat Bagja juga menyoroti beberapa masalah lain yang dihadapi dalam penyelenggaraan Pilkada, antara lain:

  1. Pemutakhiran Data Pemilih: Masalah dalam pemutakhiran data pemilih menjadi isu yang kompleks. Terdapat kasus di mana anggota keluarga terdaftar di TPS yang berbeda, yang seringkali menimbulkan ketidakpuasan.
  2. Pengadaan dan Distribusi Logistik Pilkada: Proses pengadaan dan distribusi logistik Pilkada, seperti surat suara, juga menjadi perhatian. Kekurangan surat suara yang perlu dipindahkan dari satu TPS ke TPS lain dapat menimbulkan masalah logistik yang serius.
  3. Beban Kerja Penyelenggara Pemilu: Bagja juga menyebutkan bahwa beban kerja bagi penyelenggara Pemilu terlalu tinggi. Tugas dan tanggung jawab yang harus ditangani oleh penyelenggara menjadi berat dan dapat mempengaruhi efektivitas pelaksanaan Pilkada.
  4. Sinergi antara Bawaslu dan KPU: Bagja juga mencatat bahwa sinergi antara Bawaslu dan KPU terkait Peraturan KPU (PKPU) dan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) masih belum optimal. Koordinasi yang lebih baik antara kedua lembaga ini sangat penting untuk memastikan pelaksanaan Pilkada yang baik dan berkualitas.
Baca Juga:  Prabowo Subianto: Ojo Kesusu, Ojo Grusa-Grusu

Hal-hal ini menjadi pertimbangan dalam usulan penundaan Pilkada 2024 yang diajukan oleh Bawaslu

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan