Budiman Sudjatmiko, salah satu mantan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) seperti yang kita ketahui telah memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden (bacapres). Pengamat politik Yunarto Wijaya memberi penilaian keputusan Budiman tersebut menjadi panggung politik bagi mantan politikus PDIP itu. Meski sekarang sudah tak bersinar lagi. Menurut Yunarto, keputusan Budiman adalah sebuah kesalahan fatal. Karena ini dapat merugikan Prabowo hal ini naiknya kembali kasus 98.
“Kalau saya pribadi melihatnya ini blunder untuk Pak Prabowo kalau kita baca monitoring dari pemberitaan terkait Budiman Sudjatmiko, hanya Budiman yang untung, Prabowo yang rugi,” kata Yunarto dilangsir detiknews, Minggu (27/8/2023).
Ia melanjutkan dengan dapatnya panggung untuk Budiman atau perhatian masyarakat Indonesia dengan topik perihal kasus 98’. Sementara seperti yang kita ketahui peran Prabowo juga akan terangkat kembali termasuk salah satu fakta pemberhentiannya dari TNI karena dinilai bersalah DKP ABRI.
Dalam berbagai forum juga, Budiman terlihat sering kali menyampaikan kembali perihal kasus tersebut yang berkaitan dengan penculikan aktivis dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Karena pembahasan tentang kasus 98 maka tidak akan ada orang yang mendapatkan hal positif.
Lebih lanjut lagi, Yunarto memandang pengaruh Budiman di PDIP, mulai redup dan perannya yang semakin tak berfungsk bagi partai meskipun telah menjadi anggota sejak lama. Terlebih lagi, setelah yang bersangkutan gagal menjadi anggota legislatif dalam pemilihan Legislatif 2019 yang lalu. Budiman disebut mulai mencari tempat untuk kembali mengangkat namanya yang telah pudar.
Keputusan Budiman yang merapat ke pihak Prabowo pun bisa terbilang nekat. Pasalnya, Budiman mengorbankan keanggotaannya di PDIP yang baru-baru ini memecatnya.
Di sisi lain, ia pun juga menegaskan kalau keputusan Prabowo menerima Budiman malah akan merugikan dirinya. Apalagi pembahasan kasus yang menyudutkannya malah membuat publik kembali ingat.
“Sejarah ’98” biasanya merujuk pada Peristiwa Reformasi 1998 di Indonesia. Peristiwa ini merupakan rangkaian demonstrasi besar-besaran dan kerusuhan sosial yang terjadi pada tahun 1998 dan mengakibatkan jatuhnya pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto.
Beberapa poin penting dalam Peristiwa Reformasi 1998:
1. Pergolakan Sosial
Demonstrasi besar dimulai pada pertengahan 1997 dan mencapai puncaknya pada 1998. Demonstrasi ini dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, yang telah berkuasa selama lebih dari 30 tahun.
2. Penumpasan Demonstrasi
Pada awalnya, demonstrasi dipicu oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Demonstran memprotes kebijakan ekonomi yang dianggap tidak berhasil mengatasi krisis. Namun, demonstrasi-demonstrasi ini seringkali ditanggapi dengan keras oleh aparat keamanan.
3. Korban Jiwa
Peristiwa ini mengakibatkan tewasnya banyak orang, baik demonstran maupun aparat keamanan. Terjadinya kerusuhan dan bentrokan antara pihak yang berbeda memunculkan situasi yang sangat tegang.
4. Jatuhnya Presiden Soeharto
Pada bulan Mei 1998, tekanan dari berbagai pihak termasuk masyarakat, mahasiswa, dan sejumlah politisi mengakibatkan Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia. Langkah ini mengakhiri pemerintahan Orde Baru.
5. Transisi Politik
Setelah jatuhnya Soeharto, Indonesia mengalami masa transisi politik yang penuh tantangan. Pemilihan umum dilakukan untuk memilih presiden baru dan memulai langkah-langkah menuju demokrasi yang lebih inklusif.
Peristiwa Reformasi 1998 memiliki dampak yang sangat besar terhadap politik dan sosial Indonesia. Hal ini membuka jalan bagi perubahan politik yang signifikan, termasuk pemilihan umum yang lebih demokratis dan pembaruan dalam berbagai bidang. Reformasi ini juga menghasilkan perubahan dalam kerangka konstitusi dan mendorong munculnya berbagai gerakan masyarakat sipil dan organisasi-organisasi baru.