Embung Tondokerto di Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati Kini Kering Kerontang

Embung Tondokerto di Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati Kini Kering Kerontang

“Kalau tidak ada bantuan, saya tidak bisa mandi. Air kurang, dan di sumur airnya asin. Terus embungnya juga kering. Mencari air menjadi tugas yang sangat sulit, jadi kami sangat mengandalkan bantuan,” ungkapnya dengan nada prihatin.

Hal senada disampaikan oleh Ali, yang juga merasakan kesulitan yang sama. Ia mengakui bahwa air bersih sudah menjadi barang langka di desanya, dan mereka harus mengandalkan bantuan dari pihak yang peduli untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Perangkat Desa Tondokerto, Mulyono, mengakui bahwa daerah mereka sedang mengalami musim kekeringan yang parah. Situasi ini semakin diperparah dengan kekeringan embung, yang merupakan sumber utama pasokan air bagi warga setempat. Kondisi ini menggambarkan urgensi tindakan pemerintah dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan menjamin pasokan air yang mencukupi untuk kehidupan warga.

Baca Juga:  ADWI 2023 Kemenparekraf, Dari Desa untuk Indonesia Bangkit, Pariwisata Berkelas Dunia

Warga Desa Tondokerto berharap bahwa pemerintah setempat akan segera merespons dan memberikan solusi untuk mengatasi krisis air yang mereka alami. Air bersih adalah hak dasar yang harus dijamin untuk kesejahteraan masyarakat, dan kekeringan embung harus menjadi perhatian utama dalam agenda pemerintah daerah.

Kondisi kekeringan di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, telah mencapai tingkat yang lebih parah daripada tahun sebelumnya, menurut pernyataan Mulyono, seorang perangkat Desa Tondokerto. Kekeringan ini telah berdampak serius pada embung yang sebelumnya merupakan sumber air utama bagi warga desa ini.

Mulyono mengungkapkan bahwa situasi kekeringan saat ini jauh lebih ekstrem daripada tahun 2022. Hal ini disebabkan oleh lamanya musim kemarau yang melanda wilayah tersebut. Kekeringan yang terjadi saat ini telah menguras sumber air di embung, yang sebelumnya masih cukup untuk memenuhi kebutuhan warga.

Baca Juga:  Perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

“Tahun kemarin cukup, karena musim kemarau tidak begitu lama. Namun, tahun ini musim kemarau lebih lama dan panasnya luar biasa, sehingga air di embung ini cepat habis. Biasanya, air di embung mampu bertahan dari bulan April sampai Agustus, namun tahun ini, airnya sudah habis sejak bulan Juli 2023,” ungkap Mulyono dengan khawatir.

Embung yang dibangun dengan bantuan dari Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana ini memiliki kapasitas sekitar 25 ribu meter kubik air dan sebelumnya mampu mengaliri ke 400 rumah warga. Namun, dengan situasi kekeringan saat ini, embung tersebut tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan air masyarakat setempat.

Mulyono juga mengungkapkan harapannya agar pemerintah dapat memberikan bantuan untuk memperdalam embung ini sebagai upaya untuk mengantisipasi kekeringan di masa mendatang. Tindakan proaktif seperti ini diharapkan dapat membantu masyarakat Desa Tondokerto menghadapi tantangan perubahan iklim yang semakin ekstrem.

Baca Juga:  Etika KKN yang Harus Diketahui oleh Mahasiswa

Situasi kekeringan yang semakin parah ini menjadi pengingat akan pentingnya konservasi air dan tindakan preventif dalam menghadapi perubahan iklim yang dapat mengganggu pasokan air bagi masyarakat. Diharapkan pemerintah setempat dapat segera merespons dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi masalah ini demi kesejahteraan warga.

1 2

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan