Jakarta – Dalam menentukan awal Ramadhan, dua metode utama digunakan di Indonesia: rukyatul hilal, yang melibatkan pengamatan visual hilal atau bulan sabit, dan hisab, perhitungan matematis dan astronomis posisi Bulan. Kedua metode ini, meskipun berbeda, memiliki peran penting dalam penentuan tanggal-tanggal penting dalam kalender Hijriah.
Perbedaan Fundamental Antara Rukyatul Hilal dan Hisab
Rukyatul hilal mengandalkan pengamatan langsung untuk melihat hilal saat matahari terbenam, yang menandakan awal bulan baru dalam kalender Hijriah. Sementara itu, hisab menggunakan rumusan matematis dan data astronomis untuk menentukan posisi Bulan dan memprediksi kemunculan hilal.
Kekuatan dan Kelemahan Kedua Metode
Prof Dr Thomas Djamaluddin, ahli astronomi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menjelaskan bahwa kedua metode ini sifatnya menduga-duga dan memiliki kekuatan serta kelemahan masing-masing. Rukyatul hilal bisa dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan visibilitas, sedangkan hisab, meskipun matematis akurat, tetap memerlukan kriteria tertentu untuk penentuan tanggal yang tepat.
Kontroversi dan Upaya Pemersatu
Perbedaan dalam menentukan awal Ramadhan dan Idul Fitri sering terjadi di Indonesia, tidak hanya karena metode, tetapi juga karena kriteria yang digunakan dalam menerapkan metode tersebut. Prof Djamal menekankan bahwa perbedaan ini sebenarnya berasal dari interpretasi kriteria hilal, bukan dari metode itu sendiri.
Usaha Menyatukan Kriteria
Prof Djamal menyarankan bahwa pemerintah dan komunitas Muslim berupaya menyepakati satu sistem dan kriteria tunggal untuk mengurangi perbedaan dan mencapai konsensus yang lebih luas. Ini akan membantu menyatukan umat Islam di Indonesia dalam merayakan hari-hari penting berdasarkan kalender Hijriah.















