Ketua KPU Makassar, Farid Wajdi, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengumpulkan cukup bukti untuk memberikan sanksi pemberhentian terhadap delapan anggota PPS (panitia pemungutan suara) yang diketahui telah menemui bacaleg. Menurut Farid, kedelapan anggota PPS tersebut tidak membantah pertemuan mereka dengan bacaleg.
“Dalam hal ini, yang perlu dipahami adalah bahwa pemberhentian delapan anggota PPS ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi yang diberikan oleh Bawaslu,” ungkap Farid kepada detikSulsel pada Senin (17/7/2023).
Farid menjelaskan bahwa berdasarkan prosedur yang berlaku, KPU diwajibkan untuk segera menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan oleh Bawaslu dalam waktu tiga hari. Oleh karena itu, KPU Makassar melakukan klarifikasi terhadap kedelapan anggota PPS tersebut.
Dalam proses klarifikasi, KPU Makassar telah mengumpulkan bukti yang cukup untuk memastikan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh anggota PPS terkait pertemuan mereka dengan bacaleg. Dengan adanya bukti yang memadai, KPU Makassar kemudian dapat memberlakukan sanksi berupa pemberhentian terhadap kedelapan anggota PPS tersebut.
Farid menegaskan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari upaya KPU Makassar untuk menjaga integritas dan netralitas penyelenggaraan pemilu. KPU sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam melaksanakan pemilihan umum harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan. Dengan memberlakukan sanksi terhadap pelanggaran yang terjadi, diharapkan proses pemilihan umum dapat berjalan dengan baik dan adil bagi semua peserta pemilu.
Dalam menjalankan tindak lanjut terhadap rekomendasi dari Bawaslu, KPU diberikan waktu tiga hari untuk melakukan langkah-langkah selanjutnya. Sebagai respons terhadap rekomendasi tersebut, KPU Makassar kemudian melakukan proses klarifikasi untuk mengumpulkan informasi lebih lanjut terkait dengan kasus ini. Setelah melalui proses klarifikasi, KPU Makassar menyimpulkan bahwa hasil klarifikasi yang dilakukan sudah dianggap memadai dan cukup sebagai dasar untuk mengambil tindakan selanjutnya.
Ketua KPU Makassar, Farid Wajdi, menekankan bahwa dalam proses klarifikasi tersebut tidak ada anggota PPS yang mengajukan keberatan atau menentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Bawaslu Makassar. Mereka juga tidak membantah atau menggugat hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Bawaslu. Hal ini menunjukkan bahwa anggota PPS yang terlibat dalam kasus ini telah bersikap kooperatif dan tidak menolak proses klarifikasi yang dilakukan.
Dengan demikian, KPU Makassar dapat menyimpulkan bahwa hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Bawaslu sesuai dengan apa yang telah dibahas dan didiskusikan oleh anggota PPS yang terlibat. Kekonklusian ini menjadi faktor penting dalam memperkuat alasan KPU Makassar untuk mengambil tindakan berupa pemberhentian terhadap delapan anggota PPS yang terlibat dalam pertemuan dengan bacaleg.
Farid juga menekankan bahwa keputusan ini diambil sebagai langkah yang diperlukan untuk menjaga integritas dan netralitas penyelenggaraan pemilihan umum di Kota Makassar. Dalam menjalankan tugasnya, KPU harus mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan sehingga proses pemilihan umum dapat berjalan dengan baik dan adil bagi semua peserta pemilu.
Israq Muhammad, Ketua PPS Kelurahan Maccini Sombala, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap pemecatannya oleh KPU karena telah melakukan pertemuan dengan bakal calon legislatif. Israq menyatakan keberatannya terhadap pemberhentian tersebut, menganggap bahwa prosedur yang tepat tidak diikuti oleh KPU Makassar.
Menurut Israq, pemberhentian tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Keputusan KPU RI Nomor 337 yang mengatur pedoman teknis penyelenggaraan pemilu pada tingkat PPK dan PPS, termasuk KPPS jika terdapat pelanggaran. Israq berpendapat bahwa tindakan KPU Makassar melanggar prosedur yang telah ditetapkan.
Israq menyampaikan hal ini saat dikonfirmasi oleh detikSulsel pada hari Senin, 17 Juli. Dia menegaskan bahwa pemberhentian yang dilakukan oleh KPU Makassar terhadap dirinya tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya diikuti. Israq merasa bahwa dirinya tidak diberikan kesempatan untuk menjalani proses yang adil dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dengan demikian, Israq menggambarkan ketidaksetujuannya terhadap pemecatan tersebut dan menekankan pentingnya mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dalam undang-undang dan peraturan yang berlaku untuk memastikan keadilan dan kepatuhan dalam penyelenggaraan pemilu di Kota Makassar.
Menurut Israq, proses penindakan terhadap pelanggaran, sesuai dengan Keputusan KPU RI Nomor 337, harus melalui serangkaian tahapan yang telah ditentukan. Salah satu tahapan yang harus dilalui adalah sidang kode etik sebelum sanksi diberlakukan.
Israq menjelaskan bahwa dirinya dan tim PPS Kelurahan Maccini Sombala tidak pernah mengikuti sidang oleh KPU Kota Makassar. Karena alasan tersebut, mereka merasa bahwa prosedur yang seharusnya diikuti telah dilanggar. Oleh karena itu, mereka mengangkat dan menggugat keberadaan prosedur yang tidak sesuai tersebut.
Israq menekankan bahwa proses yang adil dan sesuai dengan peraturan harus dijalankan dalam kasus pelanggaran yang dilakukan oleh PPS. Keterlibatan sidang kode etik adalah bagian integral dari prosedur penindakan dan sanksi yang diatur oleh KPU RI. Dengan tidak adanya sidang tersebut, Israq dan tim PPS merasa hak-hak mereka dalam menjalani proses yang sesuai telah terlanggar.
Mereka berharap agar proses yang adil dan sesuai dengan peraturan dapat dijalankan oleh KPU Kota Makassar, sehingga mereka dapat mengemukakan argumen dan pembelaan mereka dengan benar. Dalam hal ini, Israq dan tim PPS memperjuangkan pemenuhan hak-hak mereka dan memastikan bahwa prosedur yang telah ditetapkan oleh Keputusan KPU RI Nomor 337 diikuti dengan tepat.