Jakarta – Tunadaksa jadi polisi bukan lagi sekadar angan-angan, hal ini dibuktikan oleh Nur Fatia Azzahra (22), seorang tunadaksa yang kini berhasil lolos menjadi calon Polisi Wanita (Polwan). Kisah inspiratif Fatia yang pernah menjadi korban bullying saat kecil, kini berubah menjadi perjuangan dan pencapaian luar biasa. Ia kini mengikuti Pendidikan Pembentukan Bintara Polri jalur disabilitas tahun 2024, bersama Novita Fajrin, yang juga berhasil lolos seleksi.
Perundungan Membentuk Mental Tangguh
Sejak kecil, Fatia hidup dengan keterbatasan fisik. Pengalaman pahit sebagai korban perundungan saat di sekolah dasar membuatnya belajar menghadapi dunia dengan cara berbeda. Fatia kerap mendapat ejekan dari teman-temannya hanya karena ia tidak bisa berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, seperti voli.
“Waktu SD saya pernah di-bully karena tidak bisa bermain voli. Saya cuma bisa menangis dan melaporkan kepada orang tua,” kenang Fatia. Namun, orang tuanya selalu menguatkan mentalnya dengan nasihat bahwa dirinya istimewa, tidak boleh minder, dan harus membuktikan bahwa dia bisa berprestasi.
Dukungan Keluarga: Kunci Kemandirian
Salah satu sosok terpenting dalam hidup Fatia adalah sang ayah. Ia tak hanya mengajarkan kemandirian, tapi juga mengajak Fatia berani menghadapi dunia. Sang ayah kerap mengajak Fatia bermain bulu tangkis dan voli di depan rumah, meski Fatia belum bisa melakukannya dengan sempurna. Namun, itu membuatnya percaya diri dan terus berlatih.
“Ayah selalu bilang, ‘Merantau itu bagus, karena kamu bisa berkembang lebih baik’,” ungkap Fatia. Didikan sang ayah terbukti berhasil, Fatia merantau ke Jambi bersama ayahnya yang sedang menyelesaikan studi S2. Di sana, ia belajar banyak tentang kehidupan mandiri, meski dalam keterbatasan fisik.
Berprestasi di Dunia Akademik
Fatia tidak hanya kuat secara mental, tapi juga berprestasi secara akademik. Ia berhasil menyelesaikan studi di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dengan gelar cumlaude. Dengan IPK 3,56, Fatia menyelesaikan pendidikannya dalam waktu 3 tahun 8 bulan. Prestasi ini tidak hanya membanggakan bagi dirinya, tetapi juga menjadi bukti bahwa keterbatasan fisik tidak menghalanginya untuk sukses.
Mewujudkan Impian Menjadi Polwan
Sejak kecil, Fatia sudah bercita-cita menjadi polisi, meski ia tahu bahwa kondisi fisiknya mungkin menjadi hambatan. Namun, ketika Polri membuka rekrutmen jalur disabilitas pada tahun 2024, Fatia langsung mendaftar. Dukungan penuh dari orang tua membuatnya semakin bersemangat untuk mewujudkan cita-citanya tersebut.
“Saya cari tahu soal jalur disabilitas di Polri melalui Instagram. Orang-orang tidak menyangka saya ingin jadi polisi, karena mereka tahu saya lebih tertarik melanjutkan S2,” cerita Fatia dengan penuh semangat.
Polri Inklusif: Merekrut Penyandang Disabilitas
Pada tahun 2024, Polri membuka jalur rekrutmen khusus untuk penyandang disabilitas. Sebanyak 16 penyandang disabilitas, termasuk Fatia, terpilih untuk mengikuti pendidikan Bintara Polri. Rekrutmen ini adalah bagian dari kebijakan inklusif yang dipelopori oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Irjen Dedi, Asisten Kapolri bidang SDM, mengungkapkan bahwa Polri yakin penyandang disabilitas mampu melakukan pekerjaan kepolisian dengan baik. “Polri sudah merekrut ASN dari kalangan difabel. Ini membuktikan bahwa kelompok disabilitas memiliki kemampuan yang layak diandalkan,” tegasnya.
Kesimpulan
Kisah Fatia Nur Azzahra adalah bukti nyata bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk meraih mimpi. Dari korban bullying hingga calon polisi wanita, Fatia menginspirasi banyak orang dengan tekad dan keberaniannya. Kisahnya menunjukkan bahwa tunadaksa jadi polisi bukan hanya mungkin, tetapi juga bisa menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang.