Alaku

Suara Korban dan Keadilan yang Tergadaikan

Suara Korban dan Keadilan yang Tergadaikan Oleh: Muhammad Rizki Perdana
Table of contents: [Hide] [Show]

Oleh: Muhammad Rizki Perdana

KEADILAN adalah hak mendasar bagi setiap individu yang mengalami penindasan atau menjadi korban kejahatan. Namun, di banyak kasus, keadilan tidak selalu berpihak pada mereka yang tidak memiliki kekuasaan atau pengaruh. Kasus kekerasan terhadap salah satu mahasiswi di kampus ternama di Bengkulu menjadi cerminan bagaimana suara korban sering kali dibungkam oleh kekuatan uang dan kekuasaan. Dalam mediasi yang diharapkan menjadi ruang untuk mendengarkan korban, justru terjadi pengabaian terhadap hak korban untuk mendapatkan keadilan yang sesungguhnya. Fenomena ini mengundang pertanyaan serius tentang ke mana arah keadilan yang sejatinya diperjuangkan di negara ini.

Kasus yang melibatkan mahasiswi korban kekerasan di Bengkulu menyoroti bagaimana proses mediasi justru memihak pelaku, terutama karena pengaruh kekuasaan yang dimiliki oleh keluarga pelaku. Mediasi yang seharusnya menjadi wadah bagi korban untuk menyampaikan aspirasinya berubah menjadi alat untuk menekan korban agar menerima proses damai, dengan alasan menjaga nama baik institusi dan keluarga pelaku. Dampaknya, korban yang seharusnya mendapatkan perlindungan justru merasa diintimidasi dan terisolasi.

Baca Juga:  Mengenal Gratifikasi: Definisi, Unsur, dan Sanksi Hukum di Indonesia

Fenomena ini bukan hal yang baru di Indonesia. Banyak korban kekerasan yang berasal dari kalangan lemah sering kali tidak mendapatkan keadilan karena adanya pengaruh dari pihak-pihak yang memiliki kuasa dan harta. Dalam konteks ini, ancaman yang diduga dilontarkan oleh keluarga pelaku menambah beban psikologis bagi korban, yang sudah mengalami trauma akibat kejahatan yang menimpanya. Hal ini memperlihatkan bahwa ancaman masih digunakan sebagai alat untuk memanipulasi proses hukum dan menekan korban agar memilih jalan yang menguntungkan pelaku.

Dari perspektif hukum dan etika, tindakan intimidasi ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan. Hukum seharusnya melindungi korban, bukan menambah penderitaan mereka. Selain itu, penggunaan kekuasaan dan uang untuk membungkam suara korban merupakan tindakan yang menggerus kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Keadilan tidak boleh menjadi milik segelintir orang yang memiliki pengaruh, melainkan harus berlaku sama bagi setiap individu.

Kasus ini menegaskan bahwa kita tidak bisa berdiam diri ketika keadilan hanya berpihak pada yang berkuasa. Suara korban harus didengar dan dilindungi. Kita, sebagai masyarakat, memiliki tanggung jawab untuk mendukung perjuangan korban mendapatkan keadilan yang sesungguhnya. Setiap ancaman yang diarahkan kepada korban hanya akan memperlebar jurang ketidakadilan dan merusak tatanan hukum yang seharusnya melindungi seluruh rakyat.

Baca Juga:  Memahami Sejarah Peristiwa G30S PKI di Indonesia

Kita harus berdiri bersama korban, memperjuangkan keadilan yang adil dan merata. Karena ketika satu korban tidak didengar, seluruh masyarakat turut serta dalam ketidakadilan tersebut. Keadilan bukan hanya milik yang kuat, tetapi milik setiap jiwa yang memperjuangkan kebenaran.
[11.24, 14/10/2024] Krisna Scientia: Izin bang naikkan opini🙏
[11.25, 14/10/2024] Krisna Scientia: Judul: Kasus Pelecehan di Kampus Bengkulu; Korban Diduga Diintimidasi, Keadilan Terancam

Bengkulu, – Kasus pelecehan yang dialami oleh salah satu mahasiswi di kampus ternama di Bengkulu terus menjadi sorotan publik. Dalam upaya penyelesaian melalui mediasi yang melibatkan pihak universitas, perwakilan BEM, dan orang tua pelaku, mediasi tersebut dinilai tidak adil. Forum yang diharapkan menjadi tempat korban bersuara justru berujung pada upaya damai yang meminggirkan hak-hak korban untuk mendapatkan keadilan. (08/10) lalu.

Rizki, Koordinator Gerakan Kemanusiaan sekaligus mahasiswa Universitas Bengkulu, menyayangkan situasi ini. Menurutnya, korban tidak hanya diabaikan, tetapi juga diduga menerima ancaman dari pihak keluarga pelaku, yang memiliki pengaruh besar di wilayah tersebut. “Ini sangat tidak sesuai dengan nilai-nilai keadilan. Ancaman bukanlah jalan menuju penyelesaian masalah, apalagi untuk korban yang membutuhkan dukungan,” ujar Rizki. (14/10) hari ini

Baca Juga:  SKD CPNS 2024 Resmi Dimulai, Ini Materi dan Passing Grade yang Perlu Diketahui

Ancaman yang dilontarkan kepada korban menambah tekanan psikologis yang dialaminya. Rizki menegaskan bahwa penggunaan kekuasaan dan uang untuk membungkam suara korban adalah bentuk nyata ketidakadilan yang sering terjadi. Ia meminta agar proses hukum yang adil diterapkan, tanpa tekanan atau intimidasi dari pihak manapun.

“Kita tidak boleh tinggal diam,” tambah Rizki.

“Korban berhak didengar dan dilindungi. Kita semua harus berdiri bersama korban untuk memperjuangkan keadilan.” Rizki juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu melawan ketidakadilan ini dan memastikan bahwa korban mendapatkan hak-haknya.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk keadilan masih panjang, terutama ketika kekuasaan dan uang masih sering menjadi penentu dalam penyelesaian konflik. Masyarakat harus lebih berperan aktif dalam memperjuangkan hak-hak korban agar keadilan tidak lagi menjadi milik segelintir orang saja.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan