Polemik terkait penghapusan Kelas 1-3 BPJS Kesehatan tengah menjadi perbincangan di Indonesia. Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, memberikan penjelasan terkait sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang akan diterapkan dalam BPJS Kesehatan.
Artikel ini akan mengupas pembahasan Menkes mengenai polemik tersebut, tujuan dari sistem KRIS, dan upaya penyamaan standar perawatan bagi peserta BPJS. Mari kita simak informasi selengkapnya.
Pemerintah Indonesia akan menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dalam BPJS Kesehatan untuk memberikan standar baru dalam layanan kesehatan. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyoroti ketimpangan fasilitas yang diterima oleh peserta BPJS. Banyak orang dengan ekonomi yang lebih tinggi mendapatkan akses fasilitas yang lebih baik, bahkan menggunakan layanan VVIP dengan BPJS dengan alasan pembayaran iuran yang lebih tinggi.
Namun, Menkes Budi mengingatkan bahwa konsep BPJS Kesehatan sebagai asuransi sosial adalah memberikan fasilitas yang merata bagi semua kalangan. Iuran yang lebih tinggi seharusnya menjadi modal bagi kelompok menengah ke bawah untuk mendapatkan perawatan yang setara.
Dilansir dari detikcom, salah satu solusi yang diusulkan adalah penggunaan sistem KRIS. Berikut adalah beberapa fakta terkait sistem ini:
- Nasib Kelas BPJS
Menkes Budi menjelaskan bahwa KRIS, dengan 12 kriteria, tidak menghapus Kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan. Namun, KRIS akan menjadi standar baru untuk semua peserta BPJS, terutama dalam standarisasi ruang rawat inap kelas 3 di setiap rumah sakit.
Menkes mengatakan, “Semua 270 juta penduduk Indonesia harusnya mendapatkan layanan yang sama. Apa yang mereka dapatkan? Haruslah sama. Orang kaya tidak seharusnya mendapatkan fasilitas yang lebih tinggi daripada orang miskin.” dikutip dari detikcom
- Upaya Penyamaan Standar Perawatan
Menkes menjelaskan bahwa selama ini terdapat orang-orang yang memiliki gaji tinggi dan membayar BPJS, tetapi mengakses layanan VVIP.
“Ada orang yang dicover oleh BPJS, tetapi mendapatkan fasilitas VVIP, ada juga yang mendapatkan fasilitas sosial. Kita katakan bahwa ‘tidak bisa seperti ini, yang dicover haruslah sama’,” jelasnya.
Menurut Budi, orang dengan gaji tinggi seharusnya membayar iuran BPJS yang lebih besar, bukan untuk mendapatkan fasilitas yang lebih baik, tetapi untuk membantu mereka yang berada di bawahnya.
“Dengan begitu, mereka memberikan kontribusi sosial bagi mereka yang berada di bawahnya,” tambahnya.
Polemik terkait penghapusan Kelas 1-3 BPJS Kesehatan semakin terangkum dengan penjelasan dari Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin. Dalam usahanya untuk menyamakan standar perawatan dan mengurangi ketimpangan fasilitas, implementasi sistem KRIS menjadi solusi yang diusung.
Diharapkan, dengan adanya sistem ini, semua peserta BPJS Kesehatan dapat mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama tanpa memandang tingkat ekonomi. Perkembangan dan keputusan terkait penggunaan KRIS akan terus dipantau untuk memastikan pelayanan kesehatan yang lebih merata bagi masyarakat.
Dalam diskusi ini, Menkes Budi berusaha menjelaskan tujuan dari penggunaan sistem KRIS dan menyamakan standar perawatan yang diterima oleh semua peserta BPJS. Hal ini diharapkan dapat mengurangi ketimpangan fasilitas kesehatan yang ada saat ini.
Kita akan terus memantau perkembangan diskusi dan keputusan terkait implementasi sistem KRIS dalam BPJS Kesehatan. Semoga langkah-langkah ini dapat memberikan manfaat yang lebih merata bagi masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.