Program ini diarahkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang upaya menjaga lingkungan di tengah tantangan perubahan iklim yang semakin nyata. Salah satu contoh sukses dari ProKlim adalah ProKlim Bodeyan, yang terletak di dukuh Bodeyan, desa Pondok, Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Menurut wawancara dengan ketua pengelola, Warsini, ProKlim Bodeyan telah diinisiasi sejak tahun 2017. Dulu, wilayah ini sering menghadapi banjir dan berbagai penyakit akibat perubahan iklim seperti demam berdarah. Sebelum adanya ProKlim, masyarakat setempat mengelola sampah dengan cara yang tidak ramah lingkungan.
Namun, setelah implementasi ProKlim di dukuh Bodeyan, masyarakat menjadi lebih sadar akan pentingnya mengelola sampah. Mereka memisahkan sampah organik dan anorganik, yang kemudian diolah menjadi pupuk kompos. Warsini menyampaikan bahwa perubahan positif yang dirasakan meliputi berkurangnya banjir dan penurunan angka stunting.
Menariknya, ProKlim Bodeyan dijalankan dengan swadaya oleh masyarakat, dengan dukungan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sukoharjo. DLH Sukoharjo menjembatani pengelola ProKlim dengan Astra Daihatsu Solo Baru untuk membuat instalasi bak sampah organik dan anorganik, serta Mini Farm dengan sistem smart garden yang mengintegrasikan kolam bioflok nila dan penyiraman fertigasi tetes.
Program ini terbagi dalam empat kategori: pratama, madya, utama, dan lestari. ProKlim Bodeyan telah berhasil memperoleh predikat “utama” dan kini berupaya untuk mencapai predikat “lestari”. Keberhasilan ini menjadikan ProKlim Bodeyan sebagai contoh bagi kampung-kampung lain yang ingin menjadi tanggap terhadap perubahan iklim.
Dengan ProKlim, Indonesia tidak hanya bertindak global dalam upaya penanganan perubahan iklim, tetapi juga memberikan inspirasi dan panduan konkret bagi masyarakat di tingkat lokal. Seperti dikatakan oleh Robert Swan, “Ancaman terbesar bagi planet kita adalah keyakinan bahwa ada orang lain yang akan menyelamatkannya.” Oleh karena itu, ProKlim menjadi kewajiban kita bersama untuk merespons perubahan iklim dengan bertindak, memulainya dari lingkungan sekitar kita, sesuai dengan prinsip “think globally, act locally.”