Tinggal beberapa hari lagi, kita akan memasuki tahun baru 1445 Hijriah. Di Indonesia, beberapa umat Muslim sering merayakan tahun baru Islam dengan suka cita, melalui berbagai tradisi seperti doa bersama, tabligh akbar, pawai obor, dan kirab tradisi. Namun, perlu diketahui bahwa pada zaman Nabi Muhammad SAW, belum ada sistem penanggalan Islam dan tradisi merayakan tahun baru Islam seperti yang kita kenal saat ini belum ada.
Dalam artikel ini, kita akan membahas apakah umat Muslim boleh merayakan tahun baru Islam secara meriah. Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU, KH. Mahbub Maafi, menjelaskan bahwa merayakan tahun baru Islam hukumnya mubah atau boleh-boleh saja, asalkan perayaan tersebut tidak melanggar syariat. Memberikan ucapan selamat tahun baru Hijriah juga dipandang sebagai hal yang tidak masalah di kalangan ulama.
Beberapa tradisi seperti membuat bubur Suro atau melakukan doa bersama dan membaca tahlil justru dipandang baik dalam Islam dan dapat menambah pahala. Begitu pula dengan pawai obor dan kirab untuk menyambut tahun baru Jawa-Islam, dihukumi mubah.
Meskipun pada zaman Rasulullah SAW dan Khalifah Umar bin Khattab, umat Muslim tidak merayakan tahun baru Islam seperti yang dilakukan di Indonesia saat ini, bukan berarti perayaan tersebut dilarang. Tidak ada dalil yang melarangnya, karena hal tersebut termasuk dalam muamalah atau urusan sosial yang diperbolehkan selama tidak ada dalil yang melarangnya.
Merayakan tahun baru Islam menjadi momen yang tepat bagi umat Muslim untuk memperbaiki diri. Kita dapat menyambutnya dengan membaca doa awal tahun dan doa akhir tahun sebagai pengingat agar selalu konsisten berhijrah dari hal-hal yang tidak baik menuju yang baik. Doa-doa ini dapat dibaca pada waktu-waktu tertentu sebagai bentuk ibadah dan memohon ampunan kepada Allah.
“Kalau dipahami bid’ah bahwa tradisi itu memang tidak ada pada zaman Nabi, kita akui memang tidak ada, tapi apakah itu kemudian dilarang? Menurut saya itu sesuatu yang mubah-mubah saja,” terang Mahbub Maafi dikutip dari detikcom.
“Tidak ada dalil yang kemudian melarangnya karena itu bagian dari muamalah. Sementara al-ashlu fil muamalah (hukum asal dalam urusan muamalah), itu diperbolehkan selama tidak ada dalil yang melarang hal tersebut,” sambungnya.
Dengan pemahaman ini, mari kita bersama-sama menjaga kesucian tradisi merayakan tahun baru Islam dan menggunakannya sebagai momen refleksi untuk meningkatkan kebaikan dalam hidup kita. Selamat menyambut tahun baru Islam 1445 Hijriah, semoga kita semua mendapatkan keberkahan dan kesuksesan dalam menjalani tahun baru ini.
Dalam penutup, mari kita selalu mengingat bahwa merayakan tahun baru Islam secara meriah adalah hal yang diperbolehkan dalam Islam selama tidak melanggar syariat. Tradisi-tradisi yang dilakukan dalam perayaan tersebut dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah.
Namun, penting juga bagi kita untuk tetap mengedepankan niat yang ikhlas dan menjaga kesederhanaan dalam merayakan tahun baru Islam. Jangan sampai perayaan tersebut menjadi ajang untuk berlebihan dalam konsumsi atau melupakan esensi sebenarnya dari tahun baru Islam, yaitu untuk introspeksi diri, memperbaiki diri, dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah.
Selain itu, mari kita tetap memperhatikan tradisi-tradisi tersebut dengan kebijaksanaan dan menghormati perbedaan pandangan antara umat Muslim. Setiap individu dan komunitas memiliki cara yang berbeda dalam merayakan tahun baru Islam, dan itu adalah sesuatu yang patut dihormati.
Semoga artikel ini memberikan pemahaman yang lebih baik tentang merayakan tahun baru Islam secara meriah dan menjadikan perayaan tersebut sebagai momen yang bernilai spiritual dan bermanfaat bagi umat Muslim. Selamat menjalani tahun baru Islam, semoga kita semua diberkahi dan mendapatkan keberkahan dalam segala aspek kehidupan kita.