Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah mengungkapkan fakta yang mengkhawatirkan terkait peningkatan jumlah kasus Tuberkulosis (TBC) di Indonesia. Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini berada di peringkat kedua dengan jumlah kasus TBC tertinggi di dunia.
Pernyataan ini memberikan catatan yang kurang menggembirakan karena tingkat kejadian atau incidence rate TBC di Indonesia mengalami peningkatan drastis. Pada tahun 2019, angka kejadian TBC berada di 301 per 100.000 penduduk atau setara dengan 824.000 kasus baru setiap tahun. Namun, pada tahun 2021, angka tersebut meningkat menjadi 356 per 100.000 penduduk atau setara dengan 969.000 kasus baru setiap tahun, mendekati angka 1 juta.
Dilansir dari detikcom, Dr. Maxi menegaskan bahwa Indonesia kini berada di peringkat kedua, di bawah India yang masih memegang peringkat pertama. Sebelumnya, China menduduki peringkat kedua, namun berhasil menurunkan jumlah kasusnya dengan penanganan cepat, sehingga kini turun menjadi peringkat ketiga.
Lebih lanjut, Dr. Maxi menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia berhasil menyalip China dalam kasus TBC. Selain dari penanganan cepat TBC di China, fokus pemerintah Indonesia yang dialihkan pada vaksinasi COVID-19 selama pandemi juga berkontribusi terhadap peningkatan kasus TBC.
Selama dua tahun terakhir, program-program esensial, termasuk penanganan TBC di Indonesia, tidak dapat berjalan dengan maksimal karena perhatian utama tertuju pada penanganan pandemi COVID-19. Sementara itu, China berhasil menunjukkan keberhasilan dalam penanganan TBC.
Dr. Maxi menegaskan bahwa prinsip penanganan TBC di Indonesia dan China sebenarnya sama, namun China memiliki sistem skrining yang lebih baik dalam mendeteksi kasus TBC. China mampu melakukan skrining dengan lebih efektif sehingga dapat mengidentifikasi lebih banyak kasus TBC, termasuk TBC laten, yang merupakan kasus TBC tanpa gejala klinis.
Dr. Maxi juga menyoroti pentingnya menangani TBC laten dengan serius, karena di Indonesia, angka penanganan kasus TBC laten masih sangat rendah. Ketika kasus TBC laten tidak ditangani dengan baik, pasien yang semula telah sembuh dapat kembali terinfeksi dan menjadi pasien TBC aktif.
Meningkatnya jumlah kasus Tuberkulosis (TBC) di Indonesia menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan masyarakat. Kondisi ini menjadikan Indonesia berada di peringkat kedua dengan kasus TBC tertinggi di dunia, mendekati angka 1 juta kasus baru setiap tahun. Meskipun situasi ini kurang menggembirakan, namun dengan kesadaran dan tindakan bersama, permasalahan ini dapat diatasi.
Untuk menghadapi tantangan ini, pemerintah dan masyarakat harus meningkatkan program pencegahan dan penanganan TBC. Beberapa cara pencegahan yang dapat diimplementasikan adalah:
- Edukasi dan Kesadaran Masyarakat
Menyediakan informasi dan edukasi yang tepat mengenai TBC, gejala, penularan, dan cara penanganan kepada masyarakat. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya deteksi dini dan penanganan TBC sangat penting untuk mengurangi penyebaran penyakit.
- Deteksi Dini dan Skrining
Melakukan deteksi dini secara aktif di wilayah yang berisiko tinggi dengan menggunakan sistem skrining yang efektif. Skrining dapat membantu mengidentifikasi kasus TBC, termasuk TBC laten, lebih awal sehingga penanganan dapat dilakukan lebih cepat.
- Vaksinasi
Mendorong dan meningkatkan cakupan vaksinasi BCG (Bacillus Calmette-Guérin) pada anak-anak sebagai upaya untuk mencegah infeksi TBC pada tahap awal.
- Pelayanan Kesehatan yang Berkualitas
Meningkatkan kualitas dan aksesibilitas pelayanan kesehatan untuk diagnosis dan pengobatan TBC. Memastikan obat-obatan dan peralatan medis yang diperlukan tersedia dan terjangkau.
- Pencegahan Penularan
Mengedukasi pasien TBC dan masyarakat tentang pentingnya mengikuti pengobatan secara tepat dan teratur untuk mencegah penularan kepada orang lain.
Melalui kerjasama dan konsistensi dalam mengimplementasikan langkah-langkah pencegahan tersebut, diharapkan angka kejadian TBC di Indonesia dapat ditekan dan negara dapat mencapai sasaran eliminasi TBC. Penanganan masalah ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga partisipasi aktif dari masyarakat, tenaga kesehatan, dan seluruh pemangku kepentingan untuk menciptakan Indonesia yang bebas dari beban TBC dan masyarakat yang lebih sehat dan sejahtera.
Dalam upaya untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Kesehatan dan para pemangku kepentingan perlu meningkatkan kesadaran tentang pentingnya deteksi dini dan penanganan TBC, termasuk TBC laten. Dengan langkah-langkah proaktif dan kerjasama lintas sektor, diharapkan Indonesia dapat mengatasi tantangan ini dan mengurangi beban TBC di masyarakat, sehingga mampu mencapai sasaran eliminasi TBC yang diinginkan.