Tenganan Pegringsingan, Repoeblik – Desa Tenganan Pegringsingan, salah satu desa adat di Bali, tidak hanya terkenal dengan keindahan alamnya, tetapi juga dengan tradisi unik yang mereka lestarikan. Salah satu tradisi yang menjadi sorotan adalah “Mekare-Kare” atau yang lebih dikenal sebagai “Perang Pandan.” Tradisi Mekare-Kare ini bukan hanya menjadi atraksi lokal, tetapi juga menarik perhatian para wisatawan dari berbagai penjuru dunia.
Tamping Takon Tebenan Desa Tenganan, I Putu Suarjana, menjelaskan bahwa Mekare-Kare atau Perang Pandan adalah bentuk penghormatan kepada Dewa Indra, yang merupakan dewa perang dalam kepercayaan Hindu Dharma sekte Indra. Bagi masyarakat Desa Tenganan, tradisi ini bukan hanya sekadar hiburan, melainkan simbolisasi dari dedikasi dan kepatuhan mereka terhadap ajaran agama dan nilai-nilai budaya yang telah turun-temurun.
“Kalau perang pandan sesuai konsep agama kami, Agama Hindu Dharma sekte Indra adalah bentuk penghormatan pada Dewa Indra. Di sini kami dianggap sebagai prajurit di Desa Tenganan. Contoh, pemukiman kami berkonsep benteng, jadi harus waspada dengan musuh dari luar. Sebaliknya, musuh tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam. Sehingga muncullah tradisi perang pandan,” kata I Putu Suarjana.
Dalam tradisi Perang Pandan, para peserta menggunakan senjata tradisional berupa tanduk kerbau yang tajam, yang dikenal sebagai “Pandan.” Mereka terlibat dalam pertarungan yang diselenggarakan secara ritual, dengan tujuan menghormati Dewa Indra serta memperkuat persaudaraan dan persatuan di antara warga desa.
Selain menjadi tontonan menarik bagi pengunjung, Perang Pandan juga memperlihatkan keuletan dan ketangguhan masyarakat Tenganan Pegringsingan. Ini adalah momen yang membuktikan bahwa tradisi dan budaya tetap menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari mereka, sambil terus mempertahankan nilai-nilai yang telah ada selama berabad-abad.