Bogor – Dalam upaya menghadirkan inovasi di bidang kesehatan, Dedi Mulyadi, calon Gubernur Jawa Barat, mengusulkan integrasi pengobatan tradisional ke dalam sistem rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta. Usulan ini diharapkan dapat menggabungkan kelebihan pengobatan medis dan tradisional untuk memberikan solusi yang lebih holistik bagi pasien.
Integrasi Pengobatan Tradisional dan Medis
Dedi Mulyadi mengungkapkan visinya untuk memasukkan pengobatan tradisional ke dalam rumah sakit sebagai langkah inovatif untuk meningkatkan layanan kesehatan. “Di sini ada dua hal yang pokok, pertama ada pengobatan sifatnya medik dan pengobatan yang bersifat tradisional. Nanti dibikin auditnya pengobatan tradisional ini, kesembuhan berapa, sehingga ke depan gagasan saya bahwa pengobatan yang bersifat tradisi juga masuk di rumah sakit rumah sakit pemerintah,” jelas Dedi saat kunjungannya ke Bogor pada Rabu malam (11/9/2024).
Contoh Sukses dari China
Dalam menyampaikan idenya, Dedi mencontohkan sistem yang telah diterapkan di China, di mana pengobatan tradisional dan medis digabungkan dalam satu rumah sakit. Meskipun tidak menyebutkan nama spesifik, Dedi mengungkapkan bahwa banyak pasien, termasuk dari Indonesia, datang ke China untuk mendapatkan perawatan yang mengintegrasikan kedua pendekatan tersebut. “Di China itu rumah sakit yang melayani pengobatan medik dan tradisi disatukan, dan pasiennya penuh dan banyak pasiennya dari Indonesia,” kata Dedi.
Evaluasi dan Penjaminan Kualitas
Dedi menekankan pentingnya evaluasi yang mendalam untuk memastikan keberhasilan integrasi pengobatan tradisional di rumah sakit. “Kalau kesembuhan dimana-mana begitu, yang di medik juga ada yang gagal dan yang tradisi juga ada yang gagal, tinggal nanti berapa persen keberhasilannya dan kegagalannya, nanti kita uji,” imbuhnya. Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan data yang akurat mengenai efektivitas pengobatan tradisional dan medis dalam konteks rumah sakit.
Masalah Kesehatan Jiwa dan Dukungan Pemerintah
Selain membahas pengobatan tradisional, Dedi juga menyoroti masalah kesehatan jiwa dan kebutuhan dukungan pemerintah untuk pasien gangguan jiwa pascapengobatan. Ia menyebutkan bahwa banyak pasien mengalami kesulitan finansial setelah keluar dari rumah sakit jiwa, terutama terkait biaya obat-obatan. “Seringkali saya mengatakan orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan itu problemnya pengobatan, ketika dirawat di rumah sakit jiwa (RSJ) ditanggung pemerintah, ketika keluar (dari RSJ) dia nggak punya kesanggupan beli obatnya, harganya mahal satu pil Rp 300 ribu,” kata Dedi.
Dedi mengusulkan agar pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten, dan kota, memiliki porsi khusus dalam menangani masalah ini untuk memastikan pasien gangguan jiwa mendapatkan dukungan yang berkelanjutan. “Sehingga ke depan, pemerintah harus punya porsi khusus, baik provinsi, kabupaten, kota untuk bersama-sama menyelesaikan problem mereka yang alami gangguan jiwa,” tuturnya.
Partisipasi dan Dukungan Masyarakat
Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh, termasuk bakal pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim dan Jenal Mutaqien, serta musisi Doel Sumbang dan komedian Entis Sutisna alias Sule. Diskusi tersebut membuka dialog mengenai berbagai aspek kesehatan, termasuk integrasi pengobatan tradisional dan modern serta dukungan pemerintah terhadap pasien gangguan jiwa.