Fenomena ini bukan hal yang baru di Indonesia. Banyak korban kekerasan yang berasal dari kalangan lemah sering kali tidak mendapatkan keadilan karena adanya pengaruh dari pihak-pihak yang memiliki kuasa dan harta. Dalam konteks ini, ancaman yang diduga dilontarkan oleh keluarga pelaku menambah beban psikologis bagi korban, yang sudah mengalami trauma akibat kejahatan yang menimpanya. Hal ini memperlihatkan bahwa ancaman masih digunakan sebagai alat untuk memanipulasi proses hukum dan menekan korban agar memilih jalan yang menguntungkan pelaku.
Dari perspektif hukum dan etika, tindakan intimidasi ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan. Hukum seharusnya melindungi korban, bukan menambah penderitaan mereka. Selain itu, penggunaan kekuasaan dan uang untuk membungkam suara korban merupakan tindakan yang menggerus kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Keadilan tidak boleh menjadi milik segelintir orang yang memiliki pengaruh, melainkan harus berlaku sama bagi setiap individu.















