Semua bermula saat produksi bijih timah yang dihasilkan PT. Timah Tbk kalah dibanding hasil produksi perusahaan swasta. Hal itu disebabkan banyaknya penambangan liar yang beroperasi di wilayah IUP (Izin Usaha Pertambangan) PT. Timah Tbk.
Di sinilah perencanaan korupsi dimulai. Mestinya, manajemen PT. Timah menindak penambangan liar tersebut. Yang terjadi justru sebaliknya. Biji timah hasil penambangan liar tersebut dibeli. Caranya, PT. Timah bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan swasta pemilik smelter (peleburan timah). Dibuat skenario, perusahaan swasta membeli bijih timah hasil tambang illegal tersebut dengan harga yang dilebihkan.
PT. Timah lalu membeli bijih timah hasil dari penambangan liar yang sudah dikumpulkan itu. Dibuat pula rekayasa seolah-olah ada perjanjian antara PT. Timah dan perusahaan swasta pemilik smelter.
Seperti kata Adam Malik: “Semua bisa diatur.” Untuk memuluskan skandal, dibentuk pula perusahaan -perusahaan boneka.
Setelah dilakukan pembayaran dari PT. Timah kepada perusahaan-perusahaan boneka, terjadi bagi-bagi cuan yang dinikmati para tersangka. Suami Sandra Dewi disebut Kejagung berperan menampung cuan tersebut dengan dalih uang CSR (Corporate Social Responsibillity).













