Bengkulu – Keempat unit Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Bengkulu yang dibangun dengan dana miliaran rupiah oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral kini dalam kondisi terbengkalai. Temuan ini menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah terhadap pengembangan sumber energi bersih.
Kondisi Terbengkalai PLTS di Bengkulu
Keempat PLTS yang terletak di Desa Gajah Makmur, Kecamatan Malin Deman Mukomuko, serta lokasi lainnya seperti PLTS Wonosalam, PLTS Banjarsari, dan PLTS Kahyapu di Pulau Enggano Bengkulu Utara, tidak lagi berfungsi secara optimal. Di lokasi-lokasi ini, peralatan seperti solar panel ditutupi semak belukar, sementara perlengkapan lainnya hilang atau rusak.
Gutomo, Kepala Desa Gajah Makmur, menyatakan kekecewaannya terhadap kondisi PLTS yang justru menjadi penghalang bagi pembangunan desa. “Peralatan yang terbengkalai mengganggu aktivitas kami dan menghambat penggunaan lahan untuk keperluan lain,” ujarnya.
Upaya dan Kendala yang Dihadapi Warga
Di Pulau Enggano, meskipun warga sudah berusaha keras untuk menjaga keberlangsungan PLTS dengan sumbangan lokal dan perbaikan, mereka terhambat oleh kurangnya pengetahuan dan biaya. Siswandi, Sekretaris Desa Kahyapu, menjelaskan bahwa meskipun telah mengupayakan berbagai perbaikan, termasuk penggantian baterai dan perbaikan panel, PLTS tidak dapat beroperasi dengan baik.
Kurangnya Dukungan Pemerintah Terhadap Energi Bersih
Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar, mengungkapkan bahwa survei menunjukkan PLTS memiliki potensi besar untuk penerangan dan perekonomian, khususnya di daerah terpencil seperti Pulau Enggano. Namun, kondisi terkini menunjukkan bahwa PLTS hanya berfungsi maksimal selama dua tahun.
“Kami melihat bahwa perhatian pemerintah terhadap PLTS dan program transisi energi masih sangat rendah,” kata Ali Akbar. Hal ini diperparah oleh ketergantungan masyarakat pada PLN yang cenderung memiliki sistem listrik terpusat, menyebabkan tingkat kerentanan tinggi jika satu titik mengalami kerusakan.
Tindakan yang Perlu Diambil
Pemerintah perlu memperbaiki kondisi PLTS yang ada sebagai bentuk komitmen terhadap transisi energi bersih. “Tanpa tindakan tegas, negara ini berisiko hanya menjadi “NATO” (No Action Talk Only), yang hanya berbicara tanpa tindakan nyata,” tutup Ali Akbar Ketua Kanopi Hijau Indonesia.