Catatan Zacky Antony
ELI RAHMAWATI (13) dan Endin (13), tancap gas menaiki bukit yang cukup terjal tanpa rasa takut sedikitpun. Eli yang berperawakan lebih besar mengendarai motor, sedangkan Endin dibonceng.
Saya amati, keduanya terlihat sudah biasa menaiki motor ke atas bukit. Bak seorang pebalap motor cross, Eli meliukkkan stang motor menghindari lubang di atas tebing. Mengerem. Lalu menarik gas lagi. Dan akhirnya sampai ke puncak.
Saya kaget juga melihat ketangkasannya mengendarai motor. Pertama, karena dia seorang perempuan. Kedua, masih tergolong anak-anak. Tapi itulah potret anak-anak Mandalika. Anak-anak ini adalah pejuang kehidupan di Mandalika. Acap kali pembangunan berskala Internasional memarginalkan penduduk lokal.
Tidak mau kalah, saya pun tancap gas. Semula saya agak ragu. Maklum, saya jarang pakai motor bebek untuk naik bukit dengan kondisi jalan tanah bercampur batu-batu kerikil. “Nggak apa-apa pak. Tanahnya kering kok,” kata Endin seperti mengetahui keraguan saya.
Bukit yang kami naiki itu bernama Bukit Seger. Itu satu-satunya bukit di luar kawasan trek yang menawarkan view sirkuit Mandalika dari ketinggian. Bukan kami bertiga saja yang naik ke bukit pada senja di hari Jumat (7/11) itu. Saya lihat banyak juga pengunjung lain naik bukit pakai motor. Bahkan, ada beberapa pengunjung satu keluarga naik bukit pakai mobil.













