Bengkulu Tengah – Seorang oknum pejabat di Kabupaten Bengkulu Tengah dilaporkan ke Badan Kehormatan DPRD Bengkulu Tengah atas dugaan perbuatan asusila dan membawa anak gadis tanpa izin orang tua. Pejabat yang dilaporkan tersebut adalah anggota DPRD berinisial FO, yang diketahui merupakan kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Menurut sumber di kantor DPRD Bengkulu Tengah, FO adalah oknum pejabat yang terpilih untuk periode berikutnya. Ketika dikonfirmasi, Ketua DPD PKS Bengkulu Tengah menyarankan agar hal tersebut ditanyakan langsung ke Badan Kehormatan DPRD.
Kasus ini bermula pada 19 Maret 2024 ketika FO diduga membawa seorang mahasiswi berinisial AP dari Kota Bengkulu ke Jakarta tanpa izin orang tua. AP, yang merupakan anak kandung dari pelapor, baru dikembalikan pada 23 Maret 2024 setelah sang ibu menghubungi FO.
Menurut laporan, sempat terjadi keributan di bandara ketika ibu AP menuntut pertanggungjawaban dari FO. Laporan resmi telah diajukan kepada Ketua DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah pada 20 Juli 2024, dengan tanda tangan di atas materai senilai Rp10.000.
Pasal 332 Ayat 1 KUHP
Membawa kabur anak orang lain merupakan tindakan yang dapat dipidana dengan hukuman penjara lebih dari lima tahun. Tindakan ini diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Undang-Undang Perlindungan Anak. Pasal 332 Ayat 1 KUHP menyebutkan bahwa pelaku yang melarikan wanita, baik yang belum dewasa maupun sudah dewasa, dapat diancam pidana penjara maksimal sembilan tahun jika menggunakan tipu muslihat, kekerasan, atau ancaman kekerasan.
Pasal ini adalah delik aduan, yang berarti penuntutan hanya dapat dilakukan jika ada pengaduan dari korban, orang tua, wali, atau suaminya. Selain itu, jika korban adalah anak di bawah umur, pelaku juga bisa dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Pasal 76E melarang tindakan kekerasan, ancaman, kebohongan, atau bujuk rayu terhadap anak untuk melakukan perbuatan cabul.
Jika terbukti bersalah, pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara antara lima hingga 15 tahun dan denda hingga Rp 5 miliar. Hukuman ini dapat diperberat hingga sepertiga jika pelaku adalah wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan.