Lantas, apakah semua pertemanan dan persahabatan adalah pura-pura? Tidak juga. Yang membedakan adalah kesadaran dan niat. Ada hubungan yang memang tumbuh karena kepentingan, tapi diperkuat oleh nilai-nilai seperti empati, kejujuran, dan loyalitas. Kepentingan mungkin jadi pintu masuk, tapi bukan berarti harus menjadi pondasi utama.
Seharusnya, hubungan manusia dibangun dengan keikhlasan. Tidak melulu soal untung rugi, atau siapa dapat apa. Seharusnya, kita bisa berteman karena ketulusan ingin berbagi cerita, ingin saling dukung tanpa hitung-hitungan. Ketika kepentingan hadir, jadikan itu bonus, bukan alasan utama. Sehingga saat kepentingan hilang, kita tetap punya alasan untuk bertahan, karena kita peduli, karena kita menghargai keberadaan satu sama lain.
Dunia memang tidak hitam putih. Tidak semua sahabat palsu, dan tidak semua teman tulus. Tapi jika kita mampu menyadari bahwa relasi yang sehat tidak bergantung pada apa yang kita dapatkan, melainkan pada apa yang bisa kita berikan juga, maka kita telah melampaui batasan “kepentingan.” Kita menjadi manusia yang lebih bijak dalam memilih, membina, dan merawat hubungan.













